TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Sudah hampir dua tahun pandemi Covid 19 melanda Indonesia, khusunya Bumi Battiwakal. Banyak perubahan yang terjadi, mulai kebiasaan sehari – hari yang haru mengenakan masker hingga pendapatan para pengusaha yang dapat dikatakan jungkir balik.
Seperti salah satu pengusaha yang kami temui di workshop kerjanya hari Rabu (18/8/21), Irul sapaan akrabnya membuka usaha Vulkanisir ban sejak tahun 2011 di Jalan Anggrek, Kelurahan Gayam. Pandemi yang sedang melanda saat ini mungkin cukup menyusahkannya, tetapi ia mengaku pernah mengalami hal lebih sulit lagi.
“Tempat usaha saya pernah terjadi kebakaran, sekitar 3 tahun yang lalu,” ujar Irul sambil mengenang kejadian kelam itu.
Penderitaan rasanya tak hanya sebatas tempat usahanya yang habis di lahap si jago merah, usai bencana itu ia mengaku masih di minta ganti rugi oleh beberapa pelanggannya.
“Beberapa ikhlas mas, ada juga sebagian yang minta ganti rugi karena ban bekasnya hangus. Ya saya ganti mas,” ungkapnya di selingi tawa kecil ketika mengingat masa lalu itu.
Usai kejadian itu, saat ini Indonesia khususnya Berau sedang di landa pandemi yang berlangsung sudah hampir 2 tahun. Irul pun terpaksa putar otak mencari cara untuk tetap dapat menghidupi 2 orang karyawan, istri serta 6 anaknya yang masih mungil tersebut.
“Susah mas, usaha vulkanisir itu sebulan rata-rata 150 ban, sekarang paling banyak 50 ban saja mas, akhirnya ya itu saja mas,” ungkapnya sembari menunjuk jajaran pot, kursi serta tempat sampah yang terbuat dari ban bekas.
Ya benar, Irul saat ini banting setir dari usaha vulkanisir menjadi pengrajin berbagai macam kerajinan dari bahan ban bekas. usaha ini sudah ia lakoni setidaknya 1 setengah tahun belakangan ini.
“Ya karena vulkanisir berkurang pendapatannya, jadi saya mulai usaha membuat kerajinan ini mas,” jelasnya.
Kerajinan ini luar biasa, Irul bersama 2 rekan kerjanya itu mengubah benda-benda tak berguna itu menjadi barang siap pakai bernilai ekonomis serta ramah lingkungan.
Irul bercerita ia menjual sebuah pot bunga dengan berbagai motif gambar, hanya 60 ribu rupiah hingga yang paling mahal adalah dengan 1 set meja dan kursi senilai Rp 1,5 juta rupiah.
“Banyak orang bilang, barang bekas aja kenapa mahal. Ini bukan masalah bahan bekasnya, tetapi proses dan tenaga saat pembuatannya yang menjadikan harganya segitu,” jelas Irul.
Memang, saat kami temui seorang pekerja tengah melakukan proses mengkikis serta membalik sisi ban untuk di buat pot bunga, hal itu terlihat melelahkan serta butuh tenaga ekstra mengingat tekstur ban yang tidak lemah.
Sampai saat ini, Irul mengaku sedikit terbantu dengan usaha sampingannya ini. Ia juga mengaku sudah mengajukan bantuan untuk UMKM melalui Diskoperindag, sayang hasilnya nihil.
“Belum sampai sekarang, hanya bantuan dari RT saja sebesar 600 ribu saya pernah dapat,” ungkapnya.
Dirinya mengatakan, ia tidak terlalu berharap pada bantuan UMKM dari pemerintah. Bukan karena tidak membutuhkan, ia tidak ingin merasa kecewa akibat terlalu berharap namun tak kunjung mendapatkannya. (Yud/Ded)