Kebangkrutan dalam membangun usaha bukan akhir dari segala-segalanya. Mungkin hal inilah yang menjadi pedoman Nurliah Dini. Seorang wanita wiraswasta yang tinggal di wilayah Kecamatan Matraman, Jakarta Timur.
–Arta Kusuma Yunanda–
EMPAT tahun merintis usaha bunga hias, Dini –begitu ia disapa- harus rela menutup toko yang ia bangun susah payah. Omzet yang tiap tahun menurun, membuatnya tak punya pilihan.
Namun, bukan Dini rupanya apabila menyerah begitu saja dengan keadaan. Tak ingin terlalu larut dengan kesedihan. Ia mencoba memutar otak agar bisa kembali bangkit lagi. Hingga akhirnya berjualan kuliner, yakni nasi uduk dan aneka laut matang menjadi ide yang terlintas di kepalanya.
Dengan sisa uang RP 600 ribu yang ia miliki. Dini pun mencoba peruntungan dengan memulai usaha barunya itu. “Sebelum itu (memilih berjualan makanan, red), saya sempat Salat Istikharah dan riset pasar dulu,” katanya.
Memulai bisnis baru tentunya tak selalu mudah. Apalagi berkaca dengan awal-awal usaha bunga hias mulai dijalaninya pada empat tahun lalu. Karena harus terlebih dahulu mencari pembeli yang mau membeli dagangannya. Lalu merubahnya menjadi pelanggan tetap. Sehingga tak mengherankan, di awal-awal berjualan, nasi uduk dan aneka laut yang Dini jajakan, sering kali masih tersisa cukup banyak.
Namun, dibandingkan membuang sisa makanan tersebut, Dini ternyata lebih memilih untuk membagikannya kepada tetangga-tetangganya. “Toh juga tidak ada ruginya untuk berbagi,” imbuhnya.
“Dan semoga itu juga menjadi jalan keberkahan bagi usaha saya,” sambung Dini.
Seiring berjalannya waktu, usaha kuliner yang dijalan pun semakin banyak dikenal orang. Lambat laun, yang tadinya konsumen pun banyak yang berubah ‘status’ menjadi pelanggan tetap dagangan Dini.
Bahkan, tak jarang permintaan berupa nasi boks, snack hingga tumpeng untuk kegiatan acara diberikan kepada Dini. Hingga ia berpikir untuk mengembangkan usahanya.
Namun, keterbatasan dana menjadi persoalan yang dihadapinya. Hingga akhirnya ia mengetahui keberadaan program BAZNAS Microfinance. “Waktu itu saya dapat info kalau BAZNAS Microfinance lagi buka pendaftaran. Cari pelaku usaha mikro untuk dijadikan mitra mustahik binaan,” ungkapnya.
BAZNAS Microfinance sendiri merupakan salah satu di antara program-program andalan milik BAZNAS. Program ini memberikan pembiayaan modal usaha tanpa bunga terhadap pelaku usaha mikro.
Usai mendaftarkan diri, Dini pun mendapat tambahan dana sebagai modal memperbanyak produksi usaha kulinernya. “Saya juga terus belajar memasak berbagai menu makanan dari ibu saya. Supaya jenis menu makanan yang dijual semakin banyak pilihan,” katanya diiringi tawa.
Hasilnya pun mulai terlihat. Dari sebelumnya yang hanya nasi uduk dijual. Kini, Dini mulai menjual berbagai menu makanan. Mulai dari nasi bakar, pastel, lontong sayur hingga nasi ulam. Semakin beragamnya pilihan yang ia jual, Dini pun mulai memperkerjakan orang.
Rohani dan Maya, tetangganya yang lanjut usia (lansia) dipilih sebagai karyawan. Dipilihnya kedua lansia inipun bukan tanpa alasan. Ia melihat karena keduanya sangat membutuhkan pekerjaan tersebut untuk biaya hidup. Dengan masing-masing per bulan Rp 600 ribu, Dini pun menyediakan makanan dan lauk pauk harian bagi kedua karyawannya itu.
Kemudian, meski sehari-harinya melayani pelanggan bersama karyawannya. Dini tak pernah lupa untuk mengikuti berbagai kegiatan dan pembinaan yang diadakan BAZNAS. Mulai dari pelatihan kewirausahaan hingga Pasar Rakyat BAZNAS. Dirinya pun hampir jarang tidak pernah hadir dalam setiap kegiatan.
Baginya, selain mendapatkan ilmu, menjadi peserta dalam pelatihan atau ajang yang dilaksanakan BAZNAS Microfinance, bisa dimanfaatkannya untuk menambah relasi. Bahkan, pangsa pasar usahanya juga. “Kan setiap bulan di CFD (car free day) rutin tuh diadain Pasar Rakyat Baznas, jadi saya manfaatin aja untuk memperkenalkan usaha kuliner saya,” ujarnya.
Tak lupa juga, bersedekah menjadi hal wajib yang dilakukan Dini setiap pekannya. Lewat gerakan Jumat Berbagi bersama rekan-rekan pengajiannya. Ia menjual paket nasi boks yang biasa Rp 15.000, namun dijualnya dengan harga Rp 10.000. Selisih Rp 5.000 itu diniatkannya sebagai sedekah.
“Itu (bersedekah, red) sudah lama saya terapkan. Karena ingin berbagi dengan sesama,” tuturnya.
Beberapa bulan setelah usahanya terus berkembang, rintangan kembali menerpa Dini. Yaitu pandemi Covid-19 yang mulai merambah Indonesia sejak Maret 2020 lalu. Membuat pemerintiah menerapkan kebijakan karantina wilayah hingga anjuran untuk bekerja di rumah.
Akibatnya, pelanggan Dini yang mayoritas karyawan menjadi berkurang. Kondisi ini juga diperparah dengan Pasar Rakyat Baznas yang biasanya digelar di akhir pekan turut ditiadakan.
“Dengan kondisi itu, saya coba untuk berjualan secara daring. Lewat aplikasi WhatsApp Group,” ungkapnya. Apabila ada pesanan, maka akan segera diantar ke rumah pemesan.
Ternyata, berjualan secara daring memiliki keuntungan yang tak jauh berbeda dibandingkan offline. Berkat relasi dan pelayanannya yang baik selama ini, pelanggan Dini tetap loyal. Bahkan, cenderung terus bertambah. Hasilnya pun semakin terlihat, di mana dalam sehari Dini mampu meraup omzet hingga Rp 700 ribu per harinya.
“Makanya saya juga coba tambah varian makanan yang saya jual. Sebelumnya hanya aneka lauk matang, saya tambah dengan berjualan sayur-mayur,” katanya.
Lebih lanjut, hingga saat ini Dini terus berharap agar usaha yang dijalankannya berjalan lancar dan terus berkembang. Melalui usaha tersebut, Dini berharap bisa menebar kebaikan dengan berbagi kepada sesama yang membutuhkan.
“Adaptasi terhadap perubahan kondisi sangat penting. Supaya bisa tetap survive di tengah krisis yang sedang terjadi,” imbuhnya.
Tak lupa, Dini juga menyampaikan rasa terima kasihnya terhadap BAZNAS. Lewat program BAZNAS Microfinance yang telah menjadi bagian dalam proses pengembangan usahanya selama ini. Ia kini mampu bangkit dari kondisi sulit yang dihadapinya.
Ia juga berharap agar program ini bisa terus berlanjut ke depannya. Agar semakin banyak para mustahik di Indonesia, khususnya Jakarta yang terbantu. “Ya harapan saya, semoga saja program ini terus berlanjut. Jadi semakin banyak juga yang terbantu,” harapnya.
Sementara itu, Kepala BAZNAS Microfinance (BMFi), Noor Aziz menjelaskan, program yang telah berjalan dalam beberapa tahun terakhir ini, bertujuan membantu para pelaku usaha mikro atau mustahik untuk terus mengembangkan usahanya.
Nurliah Dini pun merupakan satu di antara mustahik-mustahik lainnnya yang selama ini telah dan terus dibantu BAZNAS lewat progaram-programnya. Agar usahanya bisa berkembang hingga mampu mandiri dalam segi ekonomi.
“Bantuannya itu melalui penguatan modal maupun menyediakan wadah untuk promosi usaha,” katanya.
Terlebih ia menerangkan dengan kondisi pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini. Di mana sangat memukul perekonomian Indonesia secara luas. Dan menimbulkan dampak terhadap para pelaku usaha mikro yang ada di tanah air.
Lewat program-program yang dijalankan BAZNAS Microfinance seperti pelatihan kewirausahaan, diharapkan dapat mendorong para mustahik bisa mandiri dan mampu meningkatkan usahanya di tengah pandemi Covid-19.
“Minimal dapat membantu berupa ilmu dan pengetahuan baru bagi mustahik, agar mampu bertahan dan beradaptasi di masa pandemi ini,” tuturnya.
“BAZNAS juga melakukan penguatan sumber daya manusia, aspek legal, juga bantuan pemasaran, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan menjadi bagian dari upaya BAZNAS untuk meningkatkan kesejahteraan mustahik,” pungkasnya. (apu)