TANJUNG REDEB, PORTALBERAU – Anggota DPRD Berau yang juga ikut memberikan masukan terkait aksi penolakan undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang minerba dan batu bara adalah Sekretaris Komisi II DPRD Berau Sujarwo Arif Widodo.
Dalam beberapa pembahasan dalam rapat, ia mengatakan bahwasanya penolakan tersebut merupakan hal yang wajar diberikan karena sangat berdampak terhadap daerah yang berdekatan langsung dengan lokasi pertambangan.
“Kaltim pada umumnya dan Berau pada khususnya merupakan wilayah yang sunber daya alamnya paling banyak adalah batu bara. Dan untuk di Berau salah satu Kabupaten yang bersentuhan langsung dengan perusahaan serta dampak kerusakannya, untuk itu benteng kita satu-satunya adalah mempertahankan bagaimana kewenangan terkait pertambangan ini bisa dibahas oleh para ahli melalui pemerintah pusat,” jelasnya dalam rapat gabungan Komisi, Senin (13/7/2020).
“Kita ini sebenarnya kewalahan, sebab banyak kasus-kasus yang kita rasakan bahkan terhadap kasus ketenagakerjaan pun bagaimana ini penting sekali bagi kita. Untuk mempertahankan itu benteng terakhir kita adalah Dinas Lingkungan Hidup untuk bisa kita berusaha bagaimana kewenangan untuk perizinan ini masih tetap harus kembali ke pemerintah Kabupaten,” ujarnya.
Selain itu, politisi partai Nasdem ini berpendapat kalau kewenangan daerah untuk melakukan perubahan terkait pasal yang diatur oleh pemerintah pusat itu sangat kecil.
Untuk itu ia hanya menyarakan agar beberapa poin bentuk penolakan tersebut dapat dibuka dan ditelaah bagian mana yang tidak sesuai dwngan azas undang-undang dasar.
Sehingga perlu bisa dibahas secara lebih terperinci, maka hasil akhir yang ingin dicapai tersebut dapat lebih tertuju maksud dan tujuannya. Tinggal kewenangan legislatif daerah untuk menyurati secara seremoni kepada pemerintah pusat tentang tuntunan penolakan itu.
“Dari poin-poin yang disampaikan terkait penolakan undang-undang nomor 3 tahun 2020 kalau menurut saya melalui aturan peraturan pembentukan perundang-undang nomor 12 tahun 2011 maka kewenangan kita ini kecil sekali untuk merubah pasal-pasal yang ada, maka harus melalui konstitusi,” katanya.
“Maka kalau bisa saya memberikan saran, bagaimana agar bukan hanya beberapa poin bentuk penolakan tadi yang dibuka, namun kita juga perlu lihat mana yang menurut kita tidak sesuai dengan undang-undang dasar kita,” sambung Jarwo.
“Jika melihat itu bertolak belakang dan bertentangan dengan undang-undang dasar maka perlu dikaji lebih dalam baik itu secara perorangan atau kelompok jadi hasil akhir itu bisa kita dapat sesuai apa yang dinginkan,” pungkasnya. (Miko/ADV)