TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Kabupaten Berau saat ini memiliki lima komoditas unggulan, diantaranya kelapa, lada hingga cokelat berau.
Namun, belakangan ini, Kopi Liberika yang ditanam di Berau mulai diminati oleh kalangan barista dan kafe-kafe di Berau.
Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Berau, Lita Handini.
Ia mengatakan, petani kopi berjenis Liberika itu di Berau tidak banyak. Produksi yang terkenal berasal dari Kampung Sumber Mulya, Talisayan dengan luasan lahan tak sampai 1 hektare, dan di Kampung Sembakungan, Gunung Tabur seluas 4 hektare.
“Komoditas jenis kopi ini sudah ada lama, karena juga produksinya baru sedikit. Selain itu peredarannya hanya di kalangan tertentu,” ungkap Lita.
Lanjutnya, ia memberikan contoh di Kampung Suka Mulya, Kecamatan Talisayan disebut cukup bertahan, lantaran pernah mendapat pendampingan dari Non Goverment Organization (NGO), tentang bagaimana memproses dari merendam, menjemur, sehingga kualitasnya bagus.
Ia menjelaskan, awalnya, penggunaannya hanya digunakan di salah satu kafe di Berau saja, semakin lama semakin terkenal dan semakin banyak peminatnya.
“Selain di Suka Mulya, bibitnya sudah dijual ke petani di Kampung Sembakungan, kopinya sudah bagus dan sudah beredar juga di pasaran. Meski produksinya masih kurang untuk kebutuhan pasarnya,” terangnya.
Dirinya juga menyebut, jenis kopi yang mudah beradaptasi pada daerah rendah, menjadikan Kopi Liberika bisa dibudidayakan di Berau.
Tentu, hal ini menjadi peluang komoditi yang juga bisa dilirik dibanding 5 komoditi unggulan lainnya. Kendati demikian, Lita mengatakan, pasarnya saat ini semakin banyak.
Selain konsumsi dalam daerah, baik perorangan ataupun kafe-kafe, mitra yang selama ini menerima cokelat juga akan menerima kopi ini.
“Mitra yang selama ini menampung kakao juga mau menampung kopi tersebut, artinya ini peluang petani untuk kembangkan. Makanya kami ke kelompok itu kami mendorong, kalau mereka minat,” tegasnya.
Sementara itu, Disbun Berau juga belum banyak memberikan perhatian yang banyak pada sektor petani kopi liberika ini. Kata dia, sejauh ini, tepatnya tahun lalu, baru sekali bantuan bibit kopi dan pupuk diberikan di Kampung Pilanjau, Sambaliung.
Selebihnya belum ada. Sebab, di Sembakungan, legalitas lahan belum clear dan clean, sehingga Disbun belum bisa membantu memberikan bantuan-bantuan pengembangan pertaniannya.
“Pilanjau ini yang kita bina, semoga dengan pendampingan bisa menghasilkan dan juga Batu Putih, mereka budidaya kopi meski baru sambilan atau sampingan, bukan yang utama. Kopi Batu Putih ini sudah mulai diproduksi untuk dijual, kalau petani serius kita akan bantu dan bina di sana,” tuturnya.
Lita berharap, potensi pengembangan komoditi kopi ini bisa berkembang dan bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada dasarnya, ketika mereka berkelompok, dan serius menjalani bidang pertanian kopi, terlebih legalitas lahan juga jelas, maka Disbun Berau bisa memberikan bantuan bibit dan pupuk, serta pendampingannya juga.
“Kita berharap, kopi ini berlanjutan, potensinya baik untuk dikembangkan, karena banyak permintaan, kita dorong petani mau membudidayakan,” pungkasnya.
Ia menambahkan, sebagai upaya memperkenalkan dan mendorong promosi bahan lokal seperti Kopi dan Cokelat dari Berau, pada rangkaian acara Festival Pangan Dinas Pangan, Beragam, Bergizi, Sehat dan Aman (B2SA) yang diselenggarakan di Aula Parkir Lapangan Batiwakkal, juga turut mengadakan Lomba Barista Kopi.
Yang menarik, panitia mengharuskan peserta menggunakan Kopi berjenis Liberika yang mana, merupakan produksi kopi lokal Berau dari Kampung Sumber Mulya, Talisayan.
Terpisah, Kepala Dinas Pangan Berau, Rakhmadi Pasarakan menyebut, selain menggunakan jenis kopi Liberika yang ditanam di Berau, peserta juga diharuskan mengkreasikannya dengan olahan berbahan dasar Cokelat Berau. Kedua bahan utama berasal dari Berau itu untuk mendongkrak daya guna produk dalam daerah.
“Jadi, festival pangan sendiri adalah bagaimana upaya penganekaragaman konsumsi makanan B2SA, agendanya kita mengadakan Lomba Barista dengan menggunakan Kopi dan Cokelat Berau,” pungkasnya.
Dengan kegiatan tersebut, Rakhmadi menyebut hal itu bisa sebagai upaya dalam mendukung dan meningkatkan produksi dari bahan baku lokal tersebut. Dengan pangsa pasar yang jelas, bisa memberikan semangat dan kepercayaan diri kepada para petani masing-masing komoditas.
“Kita ingin bagaimana mendukung peningkatan produksi dan produktivitas kopi dan cokelat lokal, sehingga sedikit banyak ada gairah untuk petani untuk menanam kopi dan cokelat lokal,” ungkapnya.
Dengan kegiatan ini juga, para abrista didorong bisa kreatif dalam mengolah produk usaha dengan bahan-bahan lokal sehingga mempunyai nilai jual lebih.
“Harapan kami dari barista punya inovasi lain, dengan penggunaan buah dan sayur yang kedepannya bisa dikombinasikan dalam produk mereka,” tambahnya.
Sebab, dalam beberapa penampilan yang disaksikan oleh Rakhmadi, beberapa barista mulai mencampur bahan lainnya. Seperti lemon yang dikeringkan, ataupun kayu manis.
Hal tersebut, tidak menutup kemungkinan penggunaan bahan lainnya, yang bisa mendongkrak konsumsi buah dan sayur lokal dalam kemasan yang tidak biasa.
“Bisa jadi kedepan buah naga digunakan, jadi ada aroma buah-buahan itu bisa meningkatkan minat konsumsi buah dan sayuran kita,” jelasnya.
Untuk kerja sama yang lebih baik, Rakhmadi juga berharap para barista yang selama ini terkumpul dalam komunitas, bisa meningkat menjadi terkumpul dalam sebuah asosiasi yang nantinya bisa mengarah pada jalinan kemitraan dengan pemerintah daerah, tentu dalam konteks peningkatan konsumsi produk dalam daerah.
“Sehingga, bisa menjadi mitra resmi pemerintah bagaimana menyuarakan kegiatan mereka juga menyuarakan petani lokal juga,” pungkasnya.
Penulis : Wahyudi
Editor : Ikbal Nurkarim