“Subsidi elpiji tiga kilogram masih banyak salah sasaran. Ketika terjadi kekosongan, agen dan pangkalan adalah pihak pertama yang disorot dan disemprot. Masyarakat seringkali mengira ada permainan timbun menimbun di kedua tingkat distribusi ini. Padahal, masalah utamanya ialah tidak tepatnya sasaran subsidi. Jatah elpiji yang diberikan Pertamina kepada enam agen di Bumi Batiwakkal, seharusnya bisa mencukupi jika hanya diberikan kepada masyarakat tidak mampu sesuai aturan yang berlaku”
MARTA, TANJUNG REDEB
Genap sepekan pasca distribusi gas melon dilakukan secara serentak di empat kecamatan, persoalan klasik ini masih menjadi topik yang belum juga selesai dikulik.
Persoalan gas melon masih dianggap membebani masyarakat. Meski secara bertahap, pemerintah mulai memberi pemahaman kepada masyarakat untuk membeli gas melon langsung ke pangkalan.
Pendapat berbeda datang dari Ketua DPRD Berau, Madri Pani. Di tengah gundah gulana kebijakan subsidi tertutup, mantan Kepala Kampung Gurimbang ini justru menyebut subsidi elpiji tiga kilogram sebaiknya dihapuskan. Dengan nada kekecewaan, Madri menilai pemerintah telah gagal menerapkan subsidi elpiji ini.
“Hapuskan saja subsidi agar tidak terus-menerus terjadi permainan. Karena selama ini, subsidi lebih banyak dinikmati orang-orang yang mampu, kok. Jadi buat apa ada subsidi, kalau ujung-ujungnya masyarakat miskin tetap juga mengalah,” katanya bernada sarkas.
Ia juga menyebut selama ini pemerintah belum pernah melakukan kajian-kajian mendalam terkait pertambahan jumlah penduduk dengan jatah elpiji yang diberikan Pertamina kepada Kabupaten Berau. Yang seharusnya, kajian-kajian tersebut dapat menjadi dasar penetapan kebijakan selanjutnya.
“Harusnya ini dikaji, terutama oleh bagian perekonomian. Ini penting sebab akan berpengaruh antara jumlah penduduk dan kuota yang diterima Berau. Tidak mungkin jumlah penduduk pada lima tahun yang lalu, sama dengan jumlah yang saat ini. Pasti ada pertambahan. Nah, perlu diketahui juga berapa penambahan kuota elpiji yang diberikan,” ungkapnya.
Selain itu, ia juga menyoroti keberadaan Pertamina Jobber Berau yang dianggap belum maksimal. Politisi Partai Nasdem ini mengungkapkan bahwa selama ini pengisian ulang elpiji masih dilakukan di luar Berau. Padahal Jobber yang berada di Samburakat saat ini bisa dimaksimalkan termasuk untuk menekan biaya operasional.
“Seharusnya keberadaan Jobber ini bisa dimaksimalkan. Saat ini justru tidak berfungsi sebagaimana yang kita harapkan. Kalau bisa dimaksimalkan, pengisian bisa langsung di bunker yang berada di Samburakat. Buat apa ada Jobber kalau tidak dimanfaatkan?, seharusnya pemerintah menyoroti hal ini,” tekannya.
Tak hanya itu, selama menjabat sebagai Ketua DPRD Berau, pria yang akrab disapa Pai ini mengaku tidak pernah diajak Pemkab Berau melakukan rapat koordinasi membahas persoalan elpiji. Padahal persoalan ini terus berulang dan seolah tidak ada solusi yang mujarab.
“Saya saja tidak pernah diundang untuk rapat atau forum apapun membahas soal elpiji, padahal ini juga sangat perlu dilakukan agar seluruh pihak bisa menyumbangkan pemikirannya untuk menemukan solusi yang tepat. Tapi masalahnya pemerintah saja tidak pernah memanggil saya untuk ikut berdiskusi,” bebernya.
Larangan untuk mengecer gas melon juga mendapat kritikan dari mantan Ketua APDESI Berau tersebut. Menurutnya larangan pengecer sebaiknya hanya diberlakukan bagi wilayah yang dapat menjangkau pangkalan saja. Sementara untuk daerah yang tidak bisa dengan mudah menjangkau pangkalan, agar tetap diperbolehkan menjadi pengecer.
“Misalnya kalau jarak tempuh ke pangkalan itu cukup jauh dan menyita waktu, biarkan saja ada pengecer di sana. Bagaimana pun, wilayah Berau ini tidak sama dengan daerah di Jawa sana. Berau ini ada kampung-kampung yang cukup jauh dari perkotaan, dan itu juga perlu menjadi pertimbangan pemerintah dalam menerapkan kebijakan seperti saat ini,” pungkasnya. (Bersambung)