TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Berau, Lita Handini mengungkapkan bahwa pihaknya terus berupaya meningkatkan jumlah luasan tanaman Kakao di Kabupaten Berau.
Dikatakannya, luasan tanaman Kakao di Berau saat ini terus mengalami penyusutan. Sejak Tahun 2018 luasan tanaman Kakao mencapai 2.700 Hektare dan sekarang hanya tersisa seluas 1.003 Hektare saja.
“Banyak yang beralih taman, kebanyakan yang terjadi ialah beralih menjadi pekebun sawit,” ungkap Lita, Senin (21/8/23).
Lanjutnya, kendati demikian pihaknya hingga saat ini terus melakukan upaya-upaya strategis agar lahan yang ada sekarang tidak lagi berkurang.
“Beberapa waktu kebelakang kita menerima beberapa penghargaan terkait Kakao Berau ini. Selain itu kakao kita juga kan sudah sangat dikenal orang. Ini menjadi motivasi bagi kita untuk melakukan upaya-upaya agar kakao bisa terus berkembang,” bebernya.
Dirinya menjelaskan, saat ini hilir sudah berjalan, kualitas tidak diragukan, begitu juga pembeli atau peminatnya banyak. Namun diakui Kita masih terkendala di hulu yaitu, petani semakin berkurang karena banyak yang beralih ke kelapa sawit.
“Ini pekerjaan rumah kita. Kita harus memberikan pemahaman kepada para petani bahwa kakao juga lebih menguntungkan,” katanya.
Oleh sebab itu, Disbun harus punya inovasi, bagaimana pihaknya memberikan keyakinan bahwa tanam kakao bisa untung. Lita mencontohkan bahwa Tanaman kakao setengah hektare kalau dikelola maksimal hasilnya sama dengan punya sawit 4 hektare.
“Menanam kakao perlu ketelatenan. Bisa dipanen setiap minggu. Contoh petani di rantau panjang hanya punya seperempat hektare lahan kakao dengan 200 pohon kakao. Bisa panen setiap minggu 100 kilogram dijual Rp 12 Ribu perkilogram. Sebulan 4 kali panen bisa mendapatkan penghasilan Rp 4,8 jut. Itupun hanya kerja 4 jam setiap hari. Kan lebih efisien waktu dengan hasil yang memuaskan,” jelasnya.
Disamping itu, Kita melanjutkan, ada penghasilan lain dari membuat bibit. Dari 100, 40 pohon khusus bibit. Tanam dari biji kakao 3 bulan disambung pucuk agar lebih cepat berbuah. 6 bulan jadi dijual Rp 29 Ribu perbibit. Bisa 4.000 bibit 6 bulan. Setahun 8.000 bibit sama dengan Rp 160 Juta penghasilan kotor, bersih sekitar Rp 100 Juta.
“Sangat menguntungkan bukan. Kakao ini prospeknya jangka panjang bisa berbuah hingga 30 tahun. Masih bisa diremajakan, tumbuh tunas baru dan tingginya rendah gampang dipanen,” jelasnya.
Lita menuturkan, pihaknya telah melakuan pemetaan lahan kakao. Dari 1.093 Hektare lahan Kakao di Kabupaten Berau, pihaknya memperoleh 500 hektare lahan untuk didata secara resmi. 500 hektare lahan itu dikatakannya kemudian akan dibuatkan SK sebagai kawasan pengembangan kakao di berau.
“Area itu yang kami support diberikan bantuan stimulan, pupuk, pendampingan petani melalui sekolah lapang. Bantuan racun kalau terserang hama. Kita berkolaborasi swasta yg membeli kakao petani. Agar membeli dengann harga menguntungkan petani. Kualitas baik 40k per kg. Kita minta seasta membimbing petani, melatih mengajari. Memberikan bantuan juga pupuk bahan alami. Mereka yg menjemput kakao. Jadi tidak memberatlan petani menjual,” tandasnya. (Yud/Ded/Adv)