TANJUNG REDEB, PORTALBERAU – Masalah sosial akibat peningkatan arus migrasi kembali mencuat di Kabupaten Berau. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menyoroti kurangnya perhatian terhadap para pendatang yang terlantar, terutama mereka yang datang tanpa identitas resmi.
Hal ini disampaikan dalam pembahasan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Bupati Berau Tahun Anggaran 2024. Wakil Ketua I DPRD Berau, Subroto, menekankan pentingnya langkah konkret dari Dinas Sosial (Dinsos) untuk menangani fenomena ini secara lebih serius.
“Bukan hanya warga lokal yang perlu perhatian, tetapi juga pendatang tanpa KTP Berau yang seringkali terabaikan dalam pelayanan sosial,” ujar Subroto.
Masalah ini dianggap semakin mendesak, mengingat banyak pendatang datang ke Berau dengan harapan ekonomi, namun tanpa kesiapan administratif maupun jaminan hidup. Tak jarang, mereka akhirnya terlantar dan membutuhkan bantuan mendesak.
Kepala Dinsos Berau, Iswahyudi, tidak membantah bahwa menangani pendatang dalam kondisi darurat adalah tantangan besar. Banyak dari mereka tiba secara mandiri, tanpa perencanaan atau dukungan.
“Sebetulnya mereka datang atas keinginan sendiri. Tapi begitu dalam kondisi kritis, pemerintah tetap harus turun tangan, terutama jika menyangkut keselamatan jiwa,” ujarnya.
Ia mencontohkan sebuah kasus yang baru saja terjadi: seorang pria asal Sulawesi Utara, yang bekerja di wilayah Long Laai, jatuh sakit parah tanpa memiliki identitas atau kemampuan membiayai perawatan. Melalui laporan RT, Dinsos bergerak cepat membuatkan KTP dan membawanya ke rumah sakit—meskipun nyawa pria itu akhirnya tak terselamatkan.
“Meski bukan warga Berau secara administratif, kami tetap memberikan bantuan sampai proses pemakaman. Ini soal kemanusiaan,” ungkapnya.
Menurutnya, proses untuk mendapatkan layanan sosial di Berau bisa diakses siapa saja, selama melalui jalur resmi. Salah satu pintu masuknya adalah RT, yang dapat membantu mengurus identitas agar pendatang bisa tercatat secara legal.
Hal serupa terjadi pada sejumlah lansia yang terlantar dan dirawat di rumah sakit. Tanpa KTP Berau, mereka tidak bisa masuk dalam cakupan program Jaminan Kesehatan Universal Health Coverage (UHC) yang digagas Pemkab. Dinsos pun mendorong pendatang untuk bersedia pindah domisili agar data mereka dapat disinkronkan dengan sistem BPJS.
“Kita bantu prosesnya, tapi semuanya atas dasar kesediaan individu. Tidak bisa dipaksakan,” katanya.
Ia menegaskan, meski akses bantuan sosial dibuka selebar-lebarnya, semua tetap harus melalui mekanisme resmi untuk mencegah penyalahgunaan.
“Bantuan sosial tetap harus tepat sasaran. Kita tidak ingin ada celah yang dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab,” tegasnya.
Pihaknya juga menggandeng berbagai paguyuban seperti KKSS dan Ika Pakarti untuk ikut terlibat dalam membantu anggotanya yang mengalami kesulitan. Melalui kerja sama ini, beban bantuan bisa terbagi dan respons terhadap situasi darurat menjadi lebih cepat.
“Kami percaya, dengan melibatkan komunitas, solidaritas bisa tumbuh. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab sosial bersama,” kuncinya. (*/)
Penulis: Muhammad Izzatullah
Editor: Dedy Warseto