TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Bencana hidrometeorologi terus menjadi ancaman serius di Kabupaten Berau. Hingga awal Mei 2025, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Berau mencatat sedikitnya 17 kampung di sejumlah kecamatan terdampak banjir, tanah longsor, dan angin kencang.
Kepala Pelaksana BPBD Berau, Masyhadi Mundi, menyebutkan bahwa rangkaian bencana ini merupakan lanjutan dari cuaca ekstrem yang terjadi sejak akhir Maret lalu.
Dalam laporannya tertanggal 5 Mei, ia menjelaskan bahwa banjir merendam pemukiman warga, longsor memutus akses jalan dan merusak rumah, sementara angin kencang menumbangkan pohon dan mengancam keselamatan warga.
“Seperti biasa, pola bencananya berulang. Kami hadapi banjir, longsor, dan angin kencang di wilayah yang hampir sama,” ungkapnya.
Lanjutnya, wilayah terdampak banjir mayoritas berada di kawasan yang dilalui aliran Sungai Berau. Beberapa kampung yang dilaporkan terdampak secara langsung antara lain Merasa (Kecamatan Kelay), Tumbit Dayak, Long Lanuk, Pegat Bukur, Bena Baru, Inaran, Rantau Panjang, dan Suaran di Kecamatan Sambaliung.
Selain itu, kampung-kampung seperti Mapulu, Panaan, Long Suluy, Long Keluh, dan Long Duhung juga masuk dalam daftar terdampak, meskipun tidak seluruh wilayahnya terendam. Menurut Masyhadi, kampung-kampung ini tetap dihitung terdampak karena dilewati banjir dengan debit tinggi.
“Debit air besar, meski genangannya tidak selalu masuk ke rumah warga. Tetap kita hitung terdampak karena ada gangguan aktivitas harian masyarakat,” ujarnya.
Tak hanya banjir luapan sungai, fenomena banjir rob juga dilaporkan terjadi di kawasan pesisir Kecamatan Gunung Tabur, termasuk di Kelurahan Gunung Tabur, Kampung Tasuk, dan Kampung Merancang. Sebagian wilayah Tanjung Redeb dan Sambaliung juga terdampak.
Sementara itu, tanah longsor tercatat terjadi di tiga kecamatan berbeda—Gunung Tabur, Teluk Bayur, dan Sambaliung—masing-masing sebanyak tiga kali. Longsor ini menimbulkan dampak serius terhadap infrastruktur dan keselamatan warga.
BPBD Berau telah melakukan berbagai upaya tanggap darurat. Mulai dari kajian cepat di lapangan, penyebaran informasi peringatan dini, evakuasi kelompok rentan (bayi, lansia, anak-anak), hingga pendistribusian air bersih. Penanganan ini dilakukan melalui kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk perusahaan swasta seperti PT Berau Coal, serta organisasi kemanusiaan seperti PMI dan Baznas.
“Kami tidak bekerja sendiri. Banyak dukungan dari berbagai pihak di luar pemerintahan. Koordinasi ini sangat krusial,” ucapnya.
Ia juga menyebutkan, pihaknya telah menggelar rapat terbatas lintas sektor untuk membahas strategi penanggulangan jangka menengah dan panjang.
Salah satu rencana yang mengemuka adalah pembentukan posko pengungsian permanen di kampung-kampung rawan seperti Tumbit Melayu, Tumbit Dayak, Long Lanuk, Inaran, Bena Baru, dan Pegat Bukur.
“Dengan posko terpusat, koordinasi penanganan akan lebih efisien. Apalagi jumlah personel kami sangat terbatas,” jelasnya.
Masyhadi juga menyoroti penyebab banjir bukan hanya hujan deras, tetapi juga faktor lingkungan seperti perubahan tata guna lahan di wilayah hulu. Pembukaan kawasan hutan untuk kepentingan perkebunan, pertambangan, dan kegiatan kehutanan telah mengurangi kapasitas daerah resapan air.
“Lahan perkebunan tidak mampu menyerap air sebanyak hutan alami. Ditambah sedimentasi sungai yang makin tinggi, air langsung meluap saat hujan turun deras,” tegasnya.
Menurut data BMKG, curah hujan selama empat bulan terakhir berada di atas normal. Hal ini memperparah kondisi karena sungai-sungai tak lagi mampu menampung volume air yang besar.
Ia menyarankan agar langkah-langkah struktural seperti pengerukan sungai dan pembangunan tanggul segera dikaji sebagai solusi jangka panjang, meski diakui memerlukan dana besar.
Meski diprediksi akan memasuki musim kemarau pada akhir Mei, status siaga bencana di Kabupaten Berau masih tetap diberlakukan.
Masyhadi menegaskan bahwa status tersebut bisa berubah menjadi darurat apabila kondisi memburuk, atau turun ke pemulihan jika situasi mulai membaik.
BPBD Berau mengimbau seluruh masyarakat untuk tetap waspada, mengikuti perkembangan informasi cuaca dari sumber resmi, serta siap menghadapi kemungkinan terjadinya bencana susulan.
“Kewaspadaan adalah kunci. Jangan lengah, dan tetap ikuti arahan dari pemerintah daerah,” kuncinya. (*/)
Penulis: Wahyudi
Editor: Dedy Warseto