TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Berau mencatat lonjakan volume sampah hingga 15 persen selama bulan Ramadan 1446 Hijriah.
Peningkatan ini didominasi oleh sampah organik, terutama sisa makanan, yang jika tidak segera ditangani dapat menimbulkan bau tidak sedap serta mempercepat penumpukan di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
Kepala DLHK Berau, Mustakim Suharjana, menyebut lonjakan sampah menjadi tantangan besar, terutama karena TPA Bujangga masih menjadi satu-satunya lokasi utama untuk pembuangan. Sementara itu, TPA baru di Kampung Pegat Bukur belum siap digunakan.
“Saat ini kita masih mengoptimalkan pengelolaan di TPA yang ada. Namun, risikonya adalah peningkatan sampah organik yang cepat membusuk. Jika tidak dikelola dalam tiga hari, baunya bisa menyebar ke mana-mana,” ungkap Mustakim.
Lanjutnya, untuk mengatasi bau dari tumpukan sampah, DLHK Berau menerapkan metode kontrol landfill dengan menimbun sampah menggunakan tanah.
“Kita timbun sampah sekitar 60 cm dan melapisi dengan tanah setebal 20-25 cm agar baunya berkurang,” jelasnya.
Namun, upaya pengelolaan ini masih menghadapi kendala utama, yaitu terbatasnya anggaran. Menurut Mustakim, alokasi dana yang tersedia tidak mencukupi hingga akhir tahun.
“Total anggaran pengelolaan sampah di Kabupaten Berau, termasuk di TPA Tanjung Batu, Maratua, Tanjung Redeb, dan Talisayan, hanya sekitar Rp 900 juta. Padahal, untuk satu kali penimbunan saja bisa menghabiskan Rp 200 juta,” ujarnya.
Ia menyebut, pihaknya saat ini masih mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), tetapi dana yang tersedia diperkirakan hanya cukup hingga Agustus 2025. Oleh karena itu, pihaknya berharap ada dukungan dari sektor swasta melalui mekanisme kerja sama.
“Kami sudah memiliki Memorandum of Understanding (MoU) dengan pihak ketiga. Mudah-mudahan setelah Lebaran, ada dukungan dari mereka untuk membantu biaya penimbunan sampah,” katanya.
Selain kendala anggaran dan kapasitas TPA, Mustakim juga menekankan pentingnya edukasi pemilahan sampah sejak dari rumah tangga.
Menurutnya, salah satu penyebab utama permasalahan sampah adalah minimnya kesadaran masyarakat dalam memilah antara sampah organik dan anorganik.
“Sampah plastik sebenarnya tidak menjadi masalah besar karena tidak menimbulkan bau. Namun, sampah organik jika tidak diolah sejak dari rumah akan menjadi sumber polusi. Ke depan, kami ingin membiasakan masyarakat memilah sampah dari hulunya agar pengelolaan lebih efektif,” tegasnya.
Lonjakan sampah selama Ramadan memang menjadi tantangan tahunan bagi DLHK Berau. Jika tidak ada langkah konkret dari pemerintah maupun sektor swasta, persoalan ini dapat semakin membebani sistem pengelolaan sampah di daerah. (*/)
Penulis: Wahyudi
Editor: Ikbal Nurkarim