TANJUNG REDEB PORTALBERAU- Puluhan tahun menggeluti profesi sebagai nelayan, Burhaniansyah atau Aduk kini mulai banting stir. Hal ini dilakukan karena dengan usai yang tak lagi muda, Aduk merasa melaut hanya mencukupi kebutuhan sehari-hari saja. Dengan tekat memnciptakan masa depan yang cerah buat keluarga, Aduk kini memilih menjalani profesi sebagai petani kakao.
“Yang saya pikirkan adalah usaha yang sekiranya bisa dilanjutkan oleh anak-anak. Kalau nelayan sebenarnya cukup tapi hanya untuk kebutuhan sehari-hari,” katanya.
Dengan usai yang mulai senja, Aduk masih memiliki semangat yang sangat tinggi. Tanpa keahlian khusus, pengalaman minim, hanya modal percaya diri, Pak Aduk memberanikan diri beralih menjadi petani kebun kakao yang saat ini ia geluti. Dengan ketekunan, keuletan, dan rasa keingintahuannya, Aduk kini mampu memiliki kebun dengan ribuan pohon kakao yang dirawatnya dengan sangat baik.
“Sangat saya perhatikan apa lagi dari gangguan hama, sehingga bisa menghasilkan biji kakao yang berkualitas,”katanya.
Pak Aduk mulai menggarap penanaman kakaonya sejak akhir 2018 lalu. Tapi dalam kurun 3,5 tahun, kini ia mampu memiliki 2 ribu pohon kakao yang tertanam di lahan seluas 2,5 hektare dari 3 hektare luas lahan yang dimilikinya. Menurutnya, awalnya tidak mudah mengelola kebun kakao. Karena memang dibutuhkan pengalaman yang cukup. Apalagi soal pemilihan bibitnya.
“Yang lebih sulitnya itu dan merugikan dari sisi pemasarannya. Karena dari pengalaman, harga kakao dipermainkan sama tengkulak,” bebernya.
Namun hal itu tidak mengurungkan semangat Pak Aduk untuk terus belajar. Sampai akhirnya ia menemukan mitra untuk bisa mengembangkan kebun kakaonya lebih baik lagi. Terutama dalam hal pemasarannya dan pembinaannya.
“Dan akhirnya saya ketemu mitra, yaitu Berau Cocoa yang bisa menjamin pemasaran hasil panen kakao saya. Secara tidak langsung juga meningkatkan ekonomi keluarga,” tuturnya.
Setiap kali panen, Pak Aduk mampu memberikan hasil panennya kepada mitra rata-rata 112 kilo biji kakao basah. Pengantarannya pun harus melalui jalur sungai dengan menggunakan ketinting. Dengan jarak tempuh selama 30 menit sampai ke pabrik kakao untuk selanjutnya diproses ke tahap menjadi biji kering.
“Saya sangat senang sejak ada mitra yang betul-betul mendukung kami. Saat ini kami sudah membentuk kelompok tani yang harapannya ke depan bisa dibantu dalam hal pemberian bibit, sehingga kami bisa memberikan biji kakao yang lebih berkualitas lagi,” katanya.
Tanpa lelah dan mengeluh, Pak Aduk tetap semangat mengembangkan kebun kakaonya. Tentunya dengan dukungan mitra Berau Cocoa yang merupakan salah satu program CSR PT Berau Coal.
Terpisah, Community Enterprise Development Manager PT Berau Coal, Muhammad Khodim, menerangkan Berau Cocoa yang merupakan bagian dari program CSR PT Berau Coal konsisten mendampingi petani dengan berkolaborasi dengan beberapa pihak. Salah satunya dari Dinas Perkebunan, baik di Kabupaten Berau maupun di Provinsi Kaltim.
“Bukan hanya itu, beberapa pihak juga kita gandeng di luar Kaltim. Salah satunya Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslitkoka) di Jember yang memberikan rekomendasi bibit kakao unggul. Sehingga dari proses pemilihan bibit penanaman, juga ada proses pendampingan supervisi bagaimana melakukan penanaman kebun kakao yang baik,” jelas Khodim.
Selain itu, PT Berau Coal juga memberikan jaminan pasar terhadap hasil panen para petani kakao. Baik dari pasar domestik maupun pasar luar negeri telah dijangkau. Bahkan terus berupaya melakukan perluasan pasar penjualan kakao tersebut.
Selain jaminan pemasaran, Berau Coal juga bantu pemberian bibit dengan bekerja sama dinas terkait. “Dalam pemberian bibit kepada beberapa kelompok tani itu melalui seleksi. Mana yang layak mendapat bantuan bibit dari kolaborasi kita dengan dinas terkait. Yang jelas kelompok taninya harus aktif, juga sudah terdaftar. Termasuk lahan yang dimiliki memang yang cocok untuk tanaman kakao,” bebernya.
Berau Coal, khususnya Berau Cocoa, juga turut mendampingi petani dalam hal pascapanen. Jadi bibit biji kakao setelah selesai dipanen, tidak langsung di jemur. Tetapi harus melalui beberapa proses dulu, salah satunya difermentasi.
“Juga memberikan bimbingan bagaimana caranya memetik yang baik, bagaimana caranya memecah buah yang baik, sehingga kita memperoleh hasil yang baik, terutama dari sisi kualitas” jelasnya.
Kehadiran Berau Cocoa, diharapkannya dapat membangun ekosistem pengolahan kakao yang baik dan berkelanjutan.
Dalam hal ini pihaknya pun berharap dengan kolaborasi yang dilakukan dari hulu hingga hilir, dari proses bibit sampai dengan panennya, para petani bisa terus semangat. Sehingga kontribusi yang kita harapkan yaitu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat bisa tercapai.
“Dengan sistem perekonomian seperti itu, maka petani akan bisa lebih sejahtera dan tentunya berkelanjutan,” tuturnya. (*)