TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Bertempat Gedung DPRD Berau Jalan Gatot Subroto, Sekitar pukul 09.00 Wita, DPRD Berau bersama Pemda Berau gelar sidang dengar pendapat terkait permintaan warga Long Lanuk untuk pemakaian jalan hauling Binungan dan tuntutan warga Bebanir Bangun untuk dilakukan ganti rugi lahan di area KBK serta meminta PT Berau Coal (BC) untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Rapat yang membahas tuntutan ganti rugi lahan oleh warga Bebanir Bangun yang masuk di areal KBK. Kepala Kampung Bebanir Bangun, Jaliman menyebutkan bahwa masyarakat meminta ganti rugi terhadap lahan tersebut, namun sampai saat ini belum ada ganti rugi padahal kegiatan penambangan sudah dilakukan “Sampai saat ini belum ada ganti rugi, sementara tambang sudah berjalan,” ungkap Jaliman.
Sementara itu, Kepala Kampung Gurimbang, Edy Gunawan menyebutkan bahwa Pemerintah Gurimbang patuh pada aturan, dulu pernah menuntut ganti rugi lahan, namun karena masuk di area KBK, membatalkan tuntutan tersebut.
“mediasi sudah jalan, namun kami bisa memahami atas aturan berlaku mengenai KBK, dan menyerahkan kembali kepada intansi yang memiliki kewenangan terkait Kawasan hutan”, tambah Edy. Edy juga menuturkan hampir sebagian besar tambang Gurimbang masuk kedalam administrasi Kampung Gurimbang.
Dalam rapat tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Berau, Madri pani menyebutkan perusahaan harus memiliki kebijakan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
“Perusahaan harus memiliki kebijakan dalam menyelesaikan persoalan lahan di area KBK, bukan hanya berpegang pada aturan hukum saja, kami minta perusahaan juga mempertimbangkan aspek sosial”, tegas Madripani saat memimpin Rapat.
Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo menegaskan bahwa pemerintah daerah sudah memfasilitasi mempertemukan permasalahan warga Bebanir Bangun tersebut, dan meminta dibentuk tim pemda untuk melakukan inventaris terhadap permasalahan tersebut. Persoalan lahan di site tambang Gurimbang, Secara administrasi bukan hanya di Kampung Gurimbang, tetapi juga berada di administrasi kampung Sei Bebanir Bangun.
Melihat perkembangan rapat, Syarifatul Syahdiah, Wakil Ketua DPRD dalam rapat menyampaikan bahwa rapat yang digelar adalah dengar pendapat baik dari sisi masyarakat maupun perusahaan. “perlu mempertimbangkan aturan hukum dan aspek kemanusiaan dalam mencari solusi bersama”, tambah Syarifatul.
Gatot Budi Kuncahyo, Deputy Director Operations Support & Relation, menyebutkan bahwa BC perusahaan yang taat pada aturan yang berlaku. BC memiliki prinsip mengedepankan koordinasi yang baik dengan pemangku kepentingan, dan menyelesaikan permasalah dengan mengedepankan musyawarah dapat dilakukan selama tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
“Tuntutan ganti rugi yang diminta warga Bebanir Bangun berada di area KBK, kami tidak bisa melakukan ganti rugi karena bertentangan dengan aturan, saat ini BC memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang di dalamnya terdapat kewajiban bagi negara dan hak penggunaan kawasan tersebut, kami taat dan patuh terhadap aturan yang berlaku”, tambah Gatot.
Permasalahan lahan di area KBK menjadi persoalah cukup rumit dan bersinggungan dengan persoalan hukum. Sebelumnya terdapat vonis terhadap mantan kepala kampung terkait kasus penerbitan izin kawasan hutan, Bajuri, divonis 2 tahun enam bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjung Redeb, Rabu (20/5). Selain itu, mantan Kepala Kampung Gurimbang ini, juga didenda Rp 1 miliar, subsider dua bulan kurungan.
Ketua PN Tanjung Redeb, Imelda Herawati Dewi Prihatin mengatakan, terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana menerbitkan izin penggunaan kawasan hutan di dalam kawasan hutan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana Pasal 105 huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.
Dikutip dari berbagai berita di media massa sebelumnya, Kapolres Berau AKBP Edy Setyanto Erning Wibowo, kembali mengingatkan agar tidak bermain-main soal status kawasan kehutanan, terkhusus dalam kawasan budidaya kehutanan (KBK). Dijelaskan, sesuai amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004, maka setiap aktivitas di kawasan hutan, harus disesuaikan dengan status kawasan yang ditetapkan undang-undang.
“Khusus untuk di wilayah KBK, harus mengantongi izin pemanfaatannya dulu baru bisa menggarap,” (*)