TANJUNG REDEB, PORTALBERAU – Suasana internal Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian (STIPER) Berau tengah memanas menjelang rencana penggabungan kampus tersebut ke Universitas Muhammadiyah Berau (UMB). Salah satu indikasi ketegangan itu muncul setelah adanya larangan bagi dosen-dosen STIPER untuk menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait proses merger, yang digelar pada Senin (16/5/25).
Dosen STIPER Berau, Suryadi, mengungkapkan bahwa larangan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua STIPER melalui grup WhatsApp yang berisi para dosen. Bahkan, menurutnya, beberapa dosen juga menerima pesan pribadi berisi permintaan untuk tidak hadir dalam RDP tersebut.
“Awalnya memang undangan RDP tidak mencantumkan dosen sebagai peserta, tapi kemudian direvisi dan kami secara resmi diundang. Tapi yang terjadi justru muncul larangan internal. Ini bentuk intimidasi,” ujar Suryadi, Senin (16/6/25).
Suryadi menilai tindakan ini sebagai bentuk pembungkaman dan upaya membatasi hak akademik para dosen untuk memberikan pandangan mereka secara langsung di forum resmi. Ia khawatir, tekanan yang dialami para dosen saat ini bisa merembet lebih jauh kepada mahasiswa.
“Kalau dosen saja diperlakukan seperti ini, bisa dibayangkan bagaimana mahasiswa nanti. Sudah ada indikasi, beberapa mahasiswa yang mencoba bertanya langsung ke rumah Ketua STIPER juga tidak direspons,” imbuhnya.
Terkait sikap terhadap rencana penggabungan STIPER ke UMB, Pria yang juga merupakan Wakil Ketua III STIPER Berau ini pun mengungkapkan bahwa mayoritas dosen menyatakan penolakan. Sekitar 70 persen dosen menolak merger ini.
“Para dosen bukan semata karena enggan berubah, tapi karena prosesnya tidak transparan dan minim partisipasi,” tegasnya.
Menurutnya, keputusan sebesar penggabungan perguruan tinggi seharusnya dibahas secara terbuka dan melibatkan semua unsur, termasuk dosen, mahasiswa, dan tenaga kependidikan.
“Kami bukan anti perubahan, tapi kami ingin perubahan itu berjalan adil, transparan, dan menghargai semua pihak,” kuncinya. (*/)
Sementara itu, Ketua STIPER Berau, Ardiansyah menyampaikan bahwa proses akreditasi menjadi salah satu alasan kenapa merger harus dilakukan oleh pihak STIPER ke UM Berau. Hal itu karena, STIPER Berau mengalami penurunan akreditasi dari B plus ke C.
“Kalau muncul pertanyaan mengapa tidak menjadi negeri, karena proses administratif hingga syarat akademiknya sangat beragam dan panjang,” ungkapnya.
Dirinya menyebut, merger ini pun tidak serta merta dilakukan. Tapi melalui analisa bersama dari Ketua STIPER, Wakil Ketua I, dan para akademisi lainnya.
Pihak UMB pun telah di tinjau dari Lembaga Dikti Wilayah XI Kalimantan untuk kesiapan mereka dalam menerima Merger ini. Pihaknya pun telah memberikan surat terbuka terhadap Bupati Berau dan beliau pun disetujui.
“Proses merger ini bukan untuk mengkhianati mahasiswa yang ada di STIPER Berau, namun untuk menyelamatkan harkat dan martabat dari para mahasiswa,” jelasnya. (*/)
Penulis : Muhammad Izzatullah
Editor : Dedy Warseto