TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Koperasi Merah Putih, yang digagas untuk memperkuat ekonomi kampung berbasis kolektivitas warga, dikabarkan bakal mendapat suntikan penyertaan modal dari pemerintah pusat.
Nilainya tidak tanggung-tanggung, yakni antara Rp 3 miliar hingga Rp 5 miliar per koperasi. Namun hingga kini, Pemkab Berau masih menanti kejelasan lebih lanjut terkait mekanisme dan skema penyalurannya.
Dalam kesempatannya, Kepala Bidang Koperasi dan UMKM Diskoperindag Berau, Hidayat Sorang, mengatakan pihaknya belum menerima rincian teknis terkait bentuk pendanaan tersebut. Informasi yang diterima sejauh ini masih sebatas pemberitahuan awal dari kementerian terkait.
“Kami belum tahu pasti apakah dana itu diberikan dalam bentuk bantuan hibah, pinjaman lunak, atau skema lain. Masih menunggu arahan resmi dari pusat,” ungkapnya.
Hidayat menambahkan, untuk memastikan koperasi tidak hanya aktif secara administratif tetapi juga fungsional di lapangan, pengawasan akan diperkuat.
Salah satu langkah yang disiapkan kata dia, adalah menjadikan kepala kampung sebagai pengawas langsung koperasi, dengan dukungan pendampingan dari pemerintah daerah.
Dirinya menjelaskan, pendampingan itu meliputi aspek pelaporan keuangan, pelaksanaan Rapat Anggota Tahunan (RAT), hingga pembinaan rutin.
Bahkan ia menyebut Diskoperindag saat ini tengah mempertimbangkan penggantian sistem RAT dengan Musyawarah Desa (Musdes) sebagai forum tertinggi pengambilan keputusan koperasi berbasis kampung.
“Karena sifat Koperasi Merah Putih itu memang untuk kepentingan anggota. Jadi tidak ada batasan ketat soal jumlah keanggotaan. Mau 500 anggota pun tidak masalah, selama tujuannya jelas dan untuk kepentingan bersama,” bebernya.
Sementara itu, Kepala DPMK Berau, Tenteram Rahayu, menegaskan bahwa dana yang disiapkan pemerintah pusat bukan berupa hibah langsung, melainkan dalam bentuk platform pendanaan berbasis rencana usaha yang akan dikelola secara profesional.
Diakuinya, besaran dana akan disesuaikan dengan potensi, kebutuhan, dan hasil kajian teknis yang dilakukan terlebih dahulu.
“Ini bukan pembagian uang. Platform ini disiapkan setelah koperasi terbentuk, tapi nominal yang dikucurkan tergantung pada proposal usaha, analisa kelayakan, dan rencana bisnis koperasi,” jelasnya.
Kendati demikian, analisis usaha akan difokuskan pada potensi ekonomi kampung, mulai dari sektor sembako, pertanian, perikanan, hingga usaha jasa. Selain itu, akan dilakukan pemetaan terhadap lembaga ekonomi yang sudah ada, seperti BUMDes, koperasi lama, hingga kelompok usaha masyarakat.
DPMK juga telah menyiapkan tiga opsi untuk membentuk Koperasi Merah Putih, diantaranya mendirikan koperasi baru, mengembangkan koperasi yang sudah ada, atau merevitalisasi koperasi yang tidak aktif.
Namun, keputusan akhir tetap dikembalikan kepada masyarakat melalui forum musyawarah desa khusus.
“Kami tidak akan memaksakan model koperasi tertentu. Semuanya diserahkan pada hasil musyawarah. Itu yang paling penting,” tegasnya.
Ia juga mengakui masih ada sejumlah tantangan di lapangan, seperti 14 kampung di Berau yang memiliki jumlah penduduk di bawah 500 jiwa.
Selain itu juga, kampung-kampung tersebut diberi opsi untuk membentuk koperasi secara mandiri atau bergabung dengan kampung tetangga. Namun, penggabungan ini hanya dimungkinkan jika jarak antar kampung berdekatan, demi memudahkan koordinasi dan pengelolaan.
“Kalau sudah ada koperasi, misalnya koperasi sawit, dan disepakati melalui musyawarah desa untuk digunakan, ya silakan. Tapi kalau masyarakat tidak setuju, kita juga tidak bisa memaksakan. Prinsip dasarnya adalah partisipasi masyarakat dan kedaulatan desa,” kuncinya. (*/)
Penulis: Wahyudi
Editor: Ikbal Nurkarim