TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Pemkab Berau terus menunjukkan komitmennya dalam mewujudkan daerah yang aman dan ramah bagi anak.
Hal ini ditegaskan dalam kegiatan Penguatan Kapasitas Perlindungan Anak dalam Kondisi Khusus yang resmi dibuka pada Selasa (27/5/25) di Balai Mufakat, Jalan Cendana, Kecamatan Tanjung Redeb.
Mengangkat tema “Menguatkan Strategi Pemberian Rasa Aman dan Menjamin Perlindungan Anak yang Bebas Kekerasan”, kegiatan ini menjadi wadah bagi berbagai pemangku kepentingan untuk memperkuat sistem perlindungan anak yang inklusif dan responsif, khususnya bagi anak-anak dalam kondisi khusus.
Bupati Berau Sri Juniarsih Mas, dalam sambutannya yang dibacakan oleh Asisten I Setkab Berau M. Hendratno, menegaskan bahwa perlindungan terhadap anak merupakan mandat konstitusional yang harus dijalankan dengan sungguh-sungguh.
“Ini adalah bagian dari upaya kita bersama dalam memenuhi hak-hak anak dan memberikan jaminan perlindungan dari kekerasan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2022 dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014,” ungkap Hendratno.
Lebih jauh, Hendratno menekankan bahwa anak-anak merupakan generasi penerus yang akan membawa Kabupaten Berau ke arah yang lebih baik.
Maka dari itu, kata dia, perlindungan terhadap mereka bukan hanya tugas pemerintah, melainkan juga tanggung jawab seluruh elemen masyarakat.
“Jaminan terhadap rasa aman dan bebas dari kekerasan adalah investasi jangka panjang bagi pembangunan sumber daya manusia di daerah ini. Anak-anak kita adalah masa depan Berau,” ujarnya.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya peran masyarakat dalam menjadikan Berau sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA).
Saat ini, Kabupaten Berau telah mencapai status Madya, naik satu tingkat dari predikat Pratama yang telah disandang selama tujuh tahun.
“Ini adalah bukti bahwa kita semua mampu bergerak bersama dalam menjamin pemenuhan hak-hak anak. Tapi tentu perjuangan belum selesai. Masih ada tantangan yang harus kita atasi, seperti diskriminasi dan kurangnya pemahaman terhadap anak-anak dalam kondisi khusus,” bebernya.
Kendati demikian, kegiatan ini tidak hanya berfokus pada peningkatan kapasitas aparatur dan tenaga lapangan, tetapi juga mendorong pembentukan sistem layanan perlindungan yang terintegrasi dan berkeadilan.
Permasalahan yang menjadi perhatian dalam forum ini antara lain adalah masih rendahnya kapasitas petugas dalam menangani anak-anak dalam kondisi khusus secara tepat dan manusiawi, serta masih kuatnya stigma dan diskriminasi di masyarakat terhadap anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus.
“Kita harapkan, dari kegiatan ini akan lahir sinergi yang lebih kuat antar lembaga, baik pemerintah, swasta, hingga organisasi masyarakat sipil, untuk menghadirkan layanan perlindungan anak yang lebih tanggap, inklusif, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,” kuncinya. (*/)
Penulis: Wahyudi
Editor: Ikbal Nurkarim