TANJUNG REDEB, PORTALBERAU – Kini Pemerintah tengah merencanakan penghapusan biaya untuk proses membagi tanah menjadi beberapa bagian dan menerbitkan bukti kepemilikan baru.
Proses yang disebut dengan splitsing tanah tersebut dihapuskan untuk mengurangi beban masyarakat dalam pembiayaan. Serta, mengurangi beban di sektor properti perumahan yang ada di Indonesia.
Selain itu, proses ini pun bertujuan untuk meringankan dan mempercepat Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) untuk pembangunan rumah. Agar nantinya dapat membangkitkan perkembangan ekonomi secara nasional.
Hal ini kemudian disampaikan oleh Direktur Perumahan Umum dan Komersial, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Fitrah Nur, yang menyampaikan bahwa dalam waktu dekat Kementrian PKP dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan membuat Surat Keputusan Bersama (SKB) untuk splitsing tanah tersebut.
“Rencananya kita juga mau SKB dan telah dibicarakan dengan pak Nusron Wahid (Kementerian ATR BPN) untuk adanya Splitsing sertifikat. Itu kan juga butuh biaya, jadi kita harapkan masyarakat MBR dapat direndahkan biayanya,” ujarnya saat berkunjung ke Kabupaten Berau beberapa waktu lalu.
Proses ini direncanakan setelah menghapuskan retribusi Permohonan Izin Mendirikan Bangunan/Perizinan Bangunan Gedung (PBG) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Sementara untuk penghapusan PBG dan BPHTB dikhususkan untuk 2 klaster MBR yang akan mendapatkan stimulus ini. Klasternya ialah di Jawa ataupun di luar jawa dan daerah Papua.
“Untuk jawa dan luar jawa termasuk Kalimantan itu jika di bawah Rp 7 juta maka masuk ke dalam MBR. Sementara untuk Papua di bawah Rp 10 juta,” bebernya.
Stimulus juga diberikan kepada pengusaha atau pengembang properti perumahan dalam bentuk bantuan pembangunan jalan lingkungan guna mengurangi biaya produksi. Sementara itu, bantuan yang ditujukan langsung kepada masyarakat, seperti subsidi uang muka atau jenis subsidi lainnya, diperuntukkan bagi mereka yang mengajukan kredit rumah.
“Kami mempermudah para pengembang dengan membantu pembangunan jalan lingkungan. Subsidi kami berikan kepada konsumen. Jika mereka termasuk dalam kategori MBR, suku bunga kreditnya hanya 5 persen selama tenor, mendapatkan bantuan uang muka sebesar Rp 4 juta, dengan BPHTB dan retribusi PBG sebesar Rp 0. Biaya yang perlu dibayarkan hanya untuk notaris, sekitar 1 persen,” jelasnya.
Di zaman pak Jokowi ada program sejuta rumah, dikatakannya bahwa pembangunan tersebut bukanlah dibebankan kepada APBN saja. Akan tetapi hal itu masuk kedalam ekosistem pembangunan perumahan.
“Jadi kalau diandalkan ke APBN tidak akan bisa, karena fiskal kita terbatas,” tuturnya.
Pemerintah melibatkan berbagai pemangku kepentingan untuk membangun rumah. Menurut Fitrah, dari tahun 2015 hingga 2024, tercatat bahwa setiap tahun berhasil dibangun sekitar 10,1 juta unit rumah. Pembangunan ini tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja.
“Di Samarinda dan Balikpapan, pernah dibangun rumah susun, serta ada juga rumah khusus yang diperuntukkan bagi situasi bencana,” kuncinya. (*/)
Penulis : Muhammad Izzatullah
Editor : Dedy Warseto