“Bukan hanya menanggung sakit tangan yang patah, hatinya pun tak kalah sakit tatkala hak pilihnya dalam pemilu serentak, terpaksa lepas begitu saja. Pemilih pemula ini terpaksa menjadi golongan putih alias golput, akibat kecelakaan yang dialami pada H-2 pencoblosan”
MARTA, TANJUNG REDEB
Pemilu serentak 2024 menjadi salah satu momentum besar yang paling ditunggu-tunggu oleh Asmathalita Qindiilulay. Remaja berusia 18 tahun, ini untuk pertama kalinya terdaftar sebagai pemilih pemula dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), di daerah pemilihan (dapil) 1, TPS 001 Kelurahan Sungai Bedungun, RT 01.
Tak hanya berbahagia karena akhirnya dapat berpartisipasi dalam pesta demokrasi, rupanya gadis dengan panggilan Thalita, ini juga dipercaya menjadi salah satu anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di TPS tempatnya memilih.
Sayang seribu sayang. Harapannya yang sangat besar untuk dapat menggunakan hak pilih pertama dalam hidupnya, harus pupus lantaran musibah yang menimpa tanpa diduga.
Kurang dari dua hari pelaksanaan Pemilu, tepatnya di hari Senin (12/2/2024) malam yang lalu, tangan kanan gadis manis ini patah. Kecelakaan sepeda motor yang menimpanya di detik-detik pemilu, menyisakan trauma bercampur pilu.
Dalam kondisi gontai dan tak berdaya, gadis berambut panjang itu diantarkan beberapa keluarga dan kerabat dekat menuju RSUD Abdul Rivai, untuk mendapat pertolongan dan perawatan.
“Senin malam kecelakaannya, waktu itu saya lagi mengurus keperluan sebagai petugas KPPS di TPS saya,” kisah pasien rawat inap di Ruang Bougenville tersebut.
Akibat kemalangan itu, Thalita harus menjalani perawatan medis. Tapi, hatinya menangis. Bukan karena sakit yang ia derita usai mengalami laka lantas, melainkan karena kesempatannya sebagai pemilih pemula, terlewatkan begitu saja. Thalita pun terpaksa golput.
Padahal, formulir model C yaitu undangan pemungutan suara dari TPS setempat, sudah di tangan. Bahkan ia telah menjalani pelantikan sebagai anggota KPPS, beberapa hari sebelumnya.
Sambil menunjukkan dua lembar kertas undangan pencoblosan, yaitu miliknya dan sang ibu, Thalita menyuarakan kekecewaannya.
Gadis kelahiran tahun 2006 ini, samasekali tidak menyangka bahwa kesempatannya untuk mencoblos, ternyata benar-benar tidak ada.
“Saya kira, saya masih bisa menggunakan hak pilih walaupun saya sedang dirawat. Saya kira, ada TPS untuk orang-orang yang dirawat di sini (rumah sakit-Red),” ucapnya dengan wajah yang tak terelakkan kekecewaan mendalam.
Usai kemalangan yang terjadi, keanggotaannya sebagai KPPS pun segera digantikan dengan orang lain yang mampu secara fisik menjalankan tugas pemilu di 14 Februari tadi.
Hal lain yang membuat kecewa terpahat dalam di dadanya adalah ketika ia mengetahui bahwa tidak ada satu pun dari petugas KPPS, yang mengupayakan atau bahkan membantu fasilitasi dirinya untuk mencoblos di ruang perawatan.
“Ada Ketua KPPS datang menjenguk, tapi hanya memberitahu bahwa saya digantikan dengan petugas baru. Saya terima itu. Karena memang keterbatasan fisik yang tidak memungkinkan. Tapi yang buat saya kecewa berat, tidak ada yang berusaha memfasilitasi saya mencoblos di rumah sakit ini. Padahal saya sangat antusias,” katanya lirih.
Tak hanya dirinya yang golput. Sang ibu, Sri Lestari, pun harus merelakan keinginannya untuk berpartisipasi dalam pemilu kali ini. Sebagai pendamping pasien, Sri juga tidak bisa memberikan suaranya pada calon-calon legislatif hingga calon presiden dan wakil presiden RI pilihannya. Padahal dalam lubuk hatinya, sangat ingin menyumbangkan suara dalam pemilihan pejabat dan pemimpin lima tahun mendatang.
“Jujur saya sedih sekali, tidak bisa ikut mencoblos. Saya sudah siapkan pilihan. Tapi ternyata, dalam kondisi seperti ini tidak ada solusi bagi kami untuk tetap bisa berpartisipasi. SIM saja bisa dibuat keliling, kenapa TPS tidak bisa. Padahal ini pesta demokrasi yang lima tahun sekali baru dilaksanakan lagi,” tanyanya dengan nada kecewa. Terlihat ia mengusap air di sudut matanya.
Kontestasi pemilu telah berakhir, hanya tinggal menunggu hasil. Tapi Sri bersama Thalita, anaknya tetap berharap agar pada pemilu-pemilu berikutnya, ada aturan yang lebih memudahkan bagi orang-orang dengan kondisi yang penuh keterbatasan dan pemakluman, untuk tetap dapat menyalurkan hak pilih mereka secara bijaksana.
“Kalau pun di pemilu tahun ini memang belum bisa ikut berpartisipasi, semoga di tahun-tahun selanjutnya pada pemilu lagi, KPU bisa menciptakan peraturan yang lebih memudahkan para pemilih, khususnya yang punya keterbatasan kondisi seperti kami,” ucapnya penuh harap. (*)
Editor: Dedy Warseto