TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Aksi mogok tidak sah yang dilakukan mantan karyawan PT Dwiwira Lestari Jaya sepanjang Juni lalu tak hanya buat susah perusahaan, sejumlah karyawan juga ikut jadi resah. Beban kerja yang bertambah, adanya upaya paksaan mogok, sampai intimidasi kepada karyawan sementara jadi alasannya.
Sejumlah karyawan PT Dwiwira Lestari Jaya (DLJ) mulai buka suara soal aksi mogok tidak sah yang dilakukan bukan hanya untuk menyuarakan tuntutan. Seorang karyawan DLJ yang telah bekerja sejak 2014 namun enggan diungkap identitasnya menjelaskan, akibat mogok target-target kerja timnya jadi
terganggu.
“Saya berada di tim beranggotakan tiga orang, karena ada aksi mogok dua orang lain kemudian berinisiatif dan berkoordinasi dengan manajemen untuk mengisi posisi yang lebih krusial misalnya di processing, di pabrik sehingga saya jadi sendirian. Akibat mogok operasional jadi terganggu, dan target-target kerja saya juga terganggu dan jadinya membebani,” ungkapnya.
Kekesalannya bertambah, lantaran ia menilai tuntutan terkait istirahat panjang sejatinya terlalu berlebihan, keputusan melakukan mogok juga dianggapnya prematur. Hal ini ia katakan sebab ia sebelumnya juga pernah bergabung dalam serikat pekerja yang melakukan tuntutan kepada DLJ. Namun ia bukan anggota dari Federasi Buruh yang ada di PT DLJ yang menginisiasi aksi mogok
kerja tersebut.
“Saya dulu juga pernah bergabung dengan Serikat Hijau dan melakukan tuntutan kepada perusahaan, dan ada yang dikabulkan dan ada yang tidak. Saya pikir DLJ sudah cukup adil selama ini. Jangan hanya kita menuntut hak sementara kewajiban kita tidak terpenuhi,” paparnya.
Ia bercerita sejatinya perbedaan pandangan soal tuntutan juga telah diakomodasi dalam perundingan dengan Dinas Ketenagakerjaan. Namun ia menilai secara sepihak para pekerja justru meninggalkan perundingan
dengan melakukan aksi mogok.
“Padahal masih banyak cara lain, bukan dengan mogok yang justru merugikan banyak pihak termasuk kami yang tidak ikut mogok,” sambungnya.
Karyawan lain yang telah bekerja sejak 2015 dan juga enggan diungkap identitasnya sepakat tuntutan dalam aksi mogok mengada-ada, ia menduga justru aksi mogok merupakan tindak lanjut atas tidak terimanya sejumlah pekerja yang tergabung dalam suatu serikat, karena ada salah satu anggotanya yang dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh DLJ akibat menggunakan narkoba.
“Awalnya kasus narkoba ini, sudah jelas positif namun masih mau dibuat mogok sama mereka,” ujarnya.
Ia juga cukup heran atas aksi mogok dan tuntutan-tuntutan soal istirahat panjang, dan pengubahan skema insentif berbentuk premi yang berdasarkan performa kinerja dengan upah lembur yang dihitung rata. Sebab ia menilai, beberapa inisiator aksi mogok justru memiliki kinerja yang kurang baik.
“Mereka-mereka ini tidak beres kerjanya, makanya saya heran melihat pemberitaan yang beredar mereka bisa bicara seperti itu. Saya sampai kesal, agar dilarang saja membawa handphone saat bekerja,
karena mereka ini kerjanya bermain handphone terus,” jelasnya.
Tak hanya soal kinerja yang buruk, Ia menceritakan bahwa beberapa sempat terjadi pemaksaan terhadap karyawan bukan anggota serikat untuk mengikuti aksi mogok. Salah satunya adalah kepada karyawan yang akan pensiun satu bulan lagi,
“Untung saya cegah itu, coba kalau dia ikut mogok, kemudian terkena PHK, bagaimana nasibnya?” katanya.
Ilustrasi Foto By: MetroOnline.Co