TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Berdasarkan data kapal nelayan yang dimiliki Dinas Perikanan Berau, para nelayan membutuhkan sebanyak 15 Juta liter setiap tahunnya untuk memenuhi kebutuhan kapal nelayan.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Seksi Pengelolaan Ekosistem Laut dan Pesisir, Taufiq Hidayat. Dirinya mengatakan, pengitunganan ini berdasarkan ketetapan kementrian dengan pengkalikan dari jumlah daya mesin kapal atau hours power nya, agar mendapatkan total perkiraan berapa kebutuhan bahan bakar di Kabupaten Berau.
“Hitungan dari kementrian lah yang saat ini kita pakai untuk menghitung perkiraan kebutuhan akan minyak untuk kapal nelayan,” ungkap Taufiq, Senin (10/1/22).
Lanjutnya, saat ini kapal nelayan yang terdaftar dan terdata oleh Dinas Perikanan Berau mencapai 3.800 unit. Dan 90 persennya diantaranya adalah kapal dibawah 5 Gross Tonnage (GT) dan juga trmasuk dalam nelayan kecil atau nelayan mikro.
“Dari data tersebutlah yang menjadi prioritas pengadaan bahan bakar,” ujarnya.
“Bahan bakar yang dimaksud disini adalah Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar,” tambahnya.
Saat ini kementrian dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH MiGas) mengatur pendistribusian bahan bakar subsidi tersebut menggunakan mekanisme rekomendasi dari dinas terkait.
“Kalau nelayan itu dari dinas perikanan yang mengaturnya,” jelasnya.
Dasar yang menjadi penerbitan rekomendasi tersebut di akui Taufiq adalah data-data kapal yang dibuat pencatatannya oleh para masing-masing nelayan.
“Sampai Tahun 2020 kita masih menerbitkan yang namanya bukti pendaftaran kapal,” katanya.
Penghitngan jumlah jatah yang akan diberikan untuk setiap kapal bervariasi, tergantung dari PK setiap mesin kapalnya. Apabila mesinnya diantara 24 PK, biasanya akan mendapatkan 230 liter sampai 250 liter untuk setiap bulannya.
“Dengan catatan, pengambilan hanya bisa sesuai dengan kebutuhan saja, apabila setiap akan berangkat membutuhkan 10 liter maka hanya bisa mengambil sejumlah kebutuhan itu saja. Dan apabila ada nelayan yang ingin menyetok, itu tidak bisa dilakukan,” bebernya.
Sesuai dengan peraturan yang berlaku, seharusnya jatah yang BBM yang bisa di ambil para nelayan tersebut hanya bisa diambil ketika kapalnya akan berangkat melaut saja. Karena jangkauan yang jauh, untuk memudahkannya ada mekanisme untuk memberikan rekomndasi itu untuk setiap bulan.
“Jadi dia bisa mendapatkan 250 liter jatahnya dalam satu bulan. Entah nanti dikasi 10 atau 20 liter itu menyesuaikan dengan kebutuhannya.
Secara stok untuk memenuhi kebutuhan para nelayan, Taufiq mengakui mengalami kekurangan. Sebab menurutnya saat ini belum ada mekanisme dalam pengawasan secara langsung ke SPBU. Apakah solar subsidi benar-benar terdistribusikan dengan penuh ke masyarakat yang membutuhkan.
“Karena subsudi itu sekarang tidak hanya menjangkau nelayan, tetapi juga petani, perkebunan, peternakan yang memperioritaskan ekomomi usaha kecil,” ucapnya.
Taufiq menegaskan bahwa kapal yang diatas 30 GT sudah tidak boleh lagi menerima BBM yang bersubsidi. Kapal yang bisa mendapatkan BBM bersubsidi menurut peraturan permen adalah 0-30 GT, tentunya bisa mendapatkan rekomendasi dari pemerintah.
“Tetapi tetap jumlahnya masih menyesuaikan dengan ketersediaan BBM dan jumlah nelayan sebagai pengunanya,” tutup Taufiq Hidayat. (Yud/Ded)