TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Setelah menunggu beberapa pekan, akhirnya Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) mempublikasikan hasil penelitian kasus sungai Segah.
Kepala DLHK Berau, Sujadi juga akhirnya mengakui bahwa sumber pencemaran diduga kuat berasal dari 2 perusahaan KLK group. Selain itu, ia juga mengatakan untuk tidak menghilangkan substansi, yakni setiap kali terjadi jebol pada water gate perusahaan, air sungai berubah warna menjadi hijau jernih
Tak hanya itu, Ia menjelaskan jika kejadian pertama pada turun lapangan, tanggal 19 Desember 2019 pihaknya minta, pihak perusahaan untuk menutup watergate. Tanggal 23 Desember 2020, pihaknya kembali melakukan pengecekan, dan pihak perusahaan telah menutup semua, namun ada water gate yang dibiarkan terbuka karena PH airnya 6 lebih.
Diketahui kejadian perubahan air sungai Segah pertama kali terjadi pada 2015 lalu. Kejadian pun selalu dengan pola yang sama yakni saat tanggulatau water gate perusahaan jebol.
Hasil penelitian di susun oleh DR Abdul Mukti Syariff, Kepala UPTD Labolaturium Lingkungan pada desember 2019. Masih hasil dari rangkuman itu disebutkan setelah laporan november 2019, tim DLHK turun ke sungai dan sisi darat. banyak ditemukan kadar pH air paritan antara 2,9 hingga 3,2. Padahal, pH air yang layak dibuang ke sungai adalah 6 hingga 9 sesuai dengan Pergub Kaltim. Uji sample itu sendiri untuk pH diambil dari paritan 2 perusahaan dibawah KLK Group.
“20 November 2019, KLK mengantar 7 jenis pupuk yang biasa digunakan yakni kiesrite, NK, GML (dolomite), KCL/MOP, Borate, BRP dan ZA. Sementara penggunaan herbisida adalah Triklopir herbisida, Glifosat dan Herbisida Metil Metsufuron. Penelitian dilakukan dengan mencampurkan semua jenis pupuk dengan air sungai yang keruh selama semalam, hasilnya air keruh berubah menjadi jernih,” ucapnya.
Sesuai hasil uji lab dan rangkuman bahan kimia pupuk dapat diambil kesimpulan bahwa terbukti komponen pupuk KLK group ditemukan berlebihan di air paritan dengan kata lain hasil uji membuktikan pupuk banyak terbuang ke sungai lewat air paritan kebun.
Temuan lain hasil penelitian yakni adanya bahan pencampur minyak dan air pada paritan perusahaan yang seharusnya tidak boleh ada dalam paritan. hal ini yang menurut Abdul Mukti cukup menarik. Pada kesimpulan, hasil penelitian yang disampaikan Sujadi dihadapan awak media kemarin mengatakan bahwa KLK Group diminta memperhatikan metode pemupukan agar lebih ramah lingkungan.
“Air paritan kebun seharusnya dibuang ke sungai bukan hanya pH yang dinaikan jadi 6-9 akan tetapi juga dipersyaratkan untuk parameter CI dan K plus, kesadahan dan harus dibawah ambang batas seperti yang ditetapkan dalam Pergub Provinsi Kaltim,” pungkasnya. (*)