TANJUNG REDEB, PORTALBERAU – Praktik ilegal penangkapan ikan menggunakan bahan peledak (bom ikan) dan bahan kimia diduga masih marak terjadi di wilayah perairan Kabupaten Berau.
Fenomena ini memicu perhatian serius dari Anggota Komisi II DPRD Berau, Sutami, yang menilai tindakan tersebut bukan hanya merusak ekosistem laut, tetapi juga berpotensi memicu konflik sosial di masyarakat nelayan.
Sutami mengatakan, penggunaan bom ikan maupun bahan kimia seperti potasium dapat merusak terumbu karang, memusnahkan biota laut, hingga berdampak pada keberlanjutan sektor perikanan.
Kondisi tersebut kata dia, membuat nelayan yang mencari ikan dengan cara yang benar menjadi dirugikan.
“Penggunaan bom ikan ini bukan hanya merusak lingkungan, tetapi juga memicu keresahan sosial. Jangan sampai terjadi hukum rimba di laut karena masyarakat sudah geram,” ungkap Sutami.
Menurutnya, jika praktik ini terus dibiarkan tanpa penanganan serius, potensi konflik antar-nelayan tidak bisa dihindari.
Bahkan, ujar dia, tindakan main hakim sendiri bisa terjadi karena sebagian masyarakat merasa dirugikan oleh oknum pelaku illegal fishing.
Kendati demikian, untuk menekan praktik tersebut, Sutami mengusulkan adanya pembentukan Satuan Tugas Anti-Bom Ikan di tingkat kecamatan hingga kampung.
Lanjutnya, satgas ini nantinya melibatkan kolaborasi antara pemerintah daerah, aparat keamanan, dan masyarakat nelayan.
“Meski membutuhkan anggaran, saya yakin masyarakat akan terlibat. Karena pelakunya mungkin juga masyarakat sekitar, namun banyak yang tidak setuju dengan cara merusak seperti itu,” ujarnya.
Pembentukan satgas, dinilainya juga menjadi langkah strategis untuk memperkuat pengawasan di titik-titik rawan. Satgas juga dapat berfungsi sebagai penyedia informasi awal bagi aparat penegak hukum untuk mempermudah penindakan.
Selain pengawasan di lapangan, Sutami juga menekankan perlunya aparat penegak hukum mengusut asal-usul bahan peledak yang digunakan untuk praktik pengeboman ikan.
“Kita harus deteksi dari mana alatnya. Kalau dari luar negeri, misalnya Malaysia, maka harus ada tindakan untuk memutus jalur pasokannya,” katanya.
Ia menegaskan bahwa selama suplai bahan peledak masih terbuka, praktik penangkapan ikan secara destruktif ini akan terus terjadi.
Sutami menekankan bahwa pemerintah daerah bersama aparat harus hadir dan memastikan penegakan hukum berjalan efektif.
“Pemerintah harus bertindak. Jangan sampai masyarakat mengambil tindakan sendiri,” kuncinya. (ADV)
Penulis: Wahyudi
Editor: Ikbal Nurkarim





