TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Pemkab Berau melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) terus berupaya memperbaiki sistem pengelolaan sampah daerah.
Saat ini, fokus utama diarahkan pada penyelesaian permasalahan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pegat Bukur yang sebelumnya mendapat sanksi karena masih menggunakan metode open dumping.
Kepala DLHK Berau, Mustakim Suharjana, menyampaikan bahwa penyelesaian TPA menjadi langkah prioritas agar pengelolaan sampah di Berau dapat lebih terkontrol dan ramah lingkungan.
“Di Berau, kita masih fokus selesaikan TPA. TPA kita kan masih kena sanksi untuk menghentikan operasional dengan cara open dumping,” ungkap Mustakim.
Ia menjelaskan, sistem yang diterapkan saat ini sudah beralih menjadi control landfill, dengan dukungan anggaran perawatan yang telah disiapkan selama tiga bulan ke depan. Langkah ini diambil agar proses pemulihan dan pengelolaan TPA berjalan lebih terarah.
“Kita sudah koordinasi dengan DPUPR Berau agar TPA Pegat Bukur bisa segera dituntaskan tahun ini. Paling tidak satu lubang bisa digunakan dari tiga lubang yang tersedia,” ujarnya.
Tahapan perbaikan TPA juga telah disusun, di antaranya pemasangan geomembran dan pengecoran jalan menuju lokasi pembuangan. Upaya tersebut diharapkan membuat TPA dapat difungsikan secara optimal sekaligus mengurangi risiko pencemaran lingkungan.
Selain pembenahan di TPA, Mustakim menegaskan arah kebijakan pengelolaan sampah Berau ke depan akan difokuskan pada penguatan sistem pemilahan sejak dari hulu.
Ia mengakui, DLHK akan memperkuat kerja sama dengan Tempat Pengolahan Sampah (TPS) agar sampah yang masuk ke TPA hanya berupa residu.
“Kita kerja sama dengan TPS, jadi ke TPA nanti yang dibuang hanya residu. Semua dipilah di hulu,” jelasnya.
Selain itu juga, DLHK akan menggandeng pihak swasta sebagai Bank Sampah Induk yang menampung hasil pemilahan dari berbagai Bank Sampah Unit (BSU) di tingkat masyarakat.
Menurutnya, keberadaan pembeli atau pihak yang menampung hasil pemilahan menjadi kunci keberhasilan sistem pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular.
“Permasalahan pemilahan itu susah kalau pembelinya belum ada. Kalau ada pembeli, jalannya lebih mudah,” terangnya.
Ia menambahkan, dengan sistem baru ini beban sampah yang masuk ke TPA dapat ditekan secara signifikan. Sampah organik diharapkan sudah dipilah sejak dari rumah tangga, sementara TPA hanya menampung residu yang tidak bernilai ekonomis.
“Kalau bisa organik itu dipilah di rumah, jadi di TPA nanti yang diolah adalah residu,” ucapnya.
Saat ini, pengolahan residu di Berau masih menggunakan insinerator sederhana yang menghasilkan abu. Meski belum menghasilkan energi, langkah ini dinilai menjadi awal menuju sistem pengelolaan yang lebih modern dan efisien.
“Belum ke arah energi, tapi nanti hasilnya abu,” katanya.
Ia menambahkan, berdasarkan data DLHK, produksi sampah di Kabupaten Berau mencapai 88 ton per hari, dan dapat meningkat hingga 90 ton per hari pada hari besar.
“Kondisi ini menjadi tantangan serius, sehingga kita terus mendorong kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan,” kuncinya. (*/)
Penulis: Wahyudi
Editor: Dedy Warseto