TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Bupati Berau, Sri Juniarsih Mas, kembali menegaskan pentingnya optimalisasi potensi ekonomi lokal yang selama ini belum sepenuhnya tergarap maksimal.
Dalam sebuah forum dialog yang melibatkan pelaku koperasi, UMKM, dan OPD terkait, ia menyoroti secara khusus potensi unggulan Kabupaten Berau, mulai dari sektor pariwisata, kelautan, hingga komoditas andalan seperti terasi dan kakao.
Sri menyampaikan bahwa Kabupaten Berau tak hanya memiliki kekayaan alam dan destinasi wisata yang luar biasa, namun juga didukung oleh kekuatan ekonomi kreatif serta UMKM yang terus tumbuh.
Salah satu kekuatan tersembunyi yang perlu mendapat perhatian serius adalah produk terasi dan kakao, yang menurutnya memiliki kualitas terbaik di Indonesia.
“Kita punya terasi yang kualitasnya terbaik, bahkan sudah diekspor. Tapi ironisnya, produk itu justru diakui berasal dari provinsi lain karena dikelola dan dikemas di luar daerah. Ini yang saya bilang miris,” tegas Sri.
Bupati Sri menjelaskan bahwa praktik tengkulak dari luar daerah masih menjadi masalah serius. Bahan baku terasi seperti udang rebon dan garam dibeli dari masyarakat kampung pesisir Berau seperti di Kampung Pegat Betumbuk dengan sistem pembayaran di muka.
“Tengkulak dari luar daerah datang, lalu produksi dilakukan di luar Berau. Kita punya bahan bakunya, tapi merek yang tercantum adalah provinsi lain. Itu sangat disayangkan,” ungkap Sri.
Ia mencatat bahwa praktik ini membuat berton-ton terasi Berau, hingga mencapai 40 ton, akhirnya dipasarkan dengan label “Made in” daerah lain. Sementara di sisi lain, pelaku lokal hanya memperoleh sedikit keuntungan dari bahan mentah.
Menanggapi kondisi ini, Bupati Sri Juniarsih meminta seluruh elemen koperasi dan pemerintah kampung untuk memutus mata rantai ketergantungan terhadap tengkulak.
Ia juga mendorong kolaborasi antara Dinas Koperasi, Perindustrian, dan Perdagangan (Diskoperindag) bersama Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) untuk menciptakan ekosistem produksi yang dikelola sepenuhnya oleh masyarakat lokal melalui koperasi.
“Kenapa bukan kita yang mengelola dan membangun branding terasi kita sendiri? Padahal kualitasnya diakui terbaik. Jika koperasi mau bersatu dan mengelola potensi ini, ekonomi masyarakat desa akan meningkat tajam,” katanya.
Saat ini, beberapa produk terasi asal Berau memang sudah mulai dikemas dalam bentuk modern, seperti dalam toples dan bubuk siap pakai. Namun, menurut Sri, hal ini masih merupakan bagian kecil dari potensi besar yang belum tergarap optimal.
Selain terasi, Sri juga menyebutkan bahwa Berau memiliki komoditas kakao unggulan yang tak kalah potensial. Ia menyampaikan harapan agar para pelaku koperasi juga melirik sektor ini sebagai ladang pengembangan usaha yang dapat memberi nilai tambah signifikan.
“Kakao Berau adalah yang terbaik se-Indonesia. Ini bukan klaim kosong, tapi fakta. Potensi ini bisa kita kelola bersama, kita jadikan sebagai produk unggulan Kabupaten Berau yang siap bersaing secara nasional bahkan internasional,” ucapnya.
Untuk memperkuat upaya ini, Sri juga mengungkapkan bahwa Pemkab Berau telah menjalin komunikasi dengan Bank Indonesia dalam rangka mendorong lahirnya koperasi-koperasi produktif yang mampu menyerap potensi lokal dan memproduksi secara mandiri.
Meski diakui bantuan dan pendampingan dari Bank Indonesia cukup signifikan, namun tantangan di lapangan masih besar karena dominasi tengkulak yang menguasai rantai distribusi di kampung-kampung pesisir.
Sri Juniarsih Mas menegaskan bahwa inilah momentum bagi Berau untuk bangkit dan berdikari. Ia mengajak seluruh kepala kampung, pengurus koperasi, dan pelaku UMKM untuk memanfaatkan potensi lokal secara maksimal, bukan hanya demi pertumbuhan ekonomi, tetapi juga untuk menjaga identitas dan kebanggaan daerah.
“Kalau bukan kita yang mengelola dan memajukan produk kita sendiri, siapa lagi? Mari kita ubah pola pikir, dan mulai dari kampung masing-masing untuk membangun ekonomi yang mandiri dan berkelanjutan,” kuncinya. (Adv)
Penulis: Wahyudi
Editor: Dedy Warseto