TANJUNG REDEB, PORTALBERAU – Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Berau terus mengupayakan pelestarian bahasa daerah melalui pengintegrasian Bahasa Banua sebagai mata pelajaran muatan lokal (mulok) wajib di seluruh jenjang pendidikan. Namun, implementasinya masih harus bersabar menunggu pengesahan Peraturan Bupati (Perbup) yang hingga kini belum rampung.
Sekretaris Disdik Berau, Ali Syahbana, menjelaskan bahwa draf Perbup tersebut sebenarnya telah disusun sejak tahun 2024. Namun, karena padatnya agenda penyusunan regulasi lain di bagian hukum Setkab Berau, proses penyelesaiannya mengalami keterlambatan.
“Drafnya sudah kami buat dan serahkan sejak tahun lalu. Tapi karena bagian hukum juga menangani banyak Perbup lain, proses ini jadi agak lambat. Harapan kami tentu bisa segera difinalisasi,” ujarnya.
Selain regulasi, Disdik juga telah merancang pengadaan buku panduan Bahasa Banua. Sayangnya, penganggaran untuk buku tersebut harus ditunda lantaran belum adanya dasar hukum yang sah. Jika Perbup disahkan tahun ini, pengadaan buku baru bisa dimasukkan ke dalam APBD 2026.
Terkait tenaga pengajar, Ali mengakui belum ada guru khusus yang disiapkan untuk mengampu mata pelajaran ini. Namun, Disdik berencana memaksimalkan sumber daya yang sudah ada.
“Kita akan memberdayakan warga lokal yang punya kemampuan Bahasa Banua. Mereka bisa menjadi tenaga pengajarnya,” katanya.
Ali menegaskan pentingnya pelajaran Bahasa Banua sebagai bagian dari upaya pelestarian budaya lokal. Menurutnya, keberadaan masyarakat dengan akar budaya kuat di Berau menjadi alasan kuat pentingnya pelajaran ini.
Meskipun kurikulum nasional berubah, lanjutnya, muatan lokal tetap memiliki ruang yang bisa disesuaikan oleh masing-masing sekolah.
“Untuk Bahasa Banua ini, kami ingin semua sekolah wajib mengajarkannya. Karena ini bagian dari identitas daerah,” jelasnya.
Ia berharap para siswa di Berau setidaknya mampu memahami Bahasa Banua, sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya lokal. Minimal bisa mengerti kalau orang berbicara dalam Bahasa Banua.
“Karena tinggal di tanah Banua, sudah sepatutnya kita hargai bahasanya juga,” pungkasnya. (*/)
Penulis : Muhammad Izzatullah
Editor : Dedy Warseto