TANJUNG REDEB, PORTALBERAU – Kerjasama antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau dengan berbagai organisasi non-pemerintah (NGO) di bidang kesejahteraan sosial dan lingkungan terus berkembang setiap tahunnya.
Sekretaris Dinas Perikanan (Diskan) Kabupaten Berau, Yundha Zuniarsih, menyebut bahwa pengelolaan kawasan konservasi di daerah ini sebelumnya dikenal sebagai Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya (KKP3K-KDPS).
“Berau merupakan daerah pertama di Indonesia yang menginisiasi KKP3K, sedangkan Raja Ampat berada di posisi kedua,” ujarnya pada Sabtu (8/2/25).
Ia menjelaskan, usulan kawasan konservasi ini pertama kali diajukan pada 2013 dengan nama Tambak Pesisir Kepulauan Derawan, kemudian disetujui pada 2016 dengan nama Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kepulauan Derawan.
Namun, setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengelolaan kawasan konservasi beralih ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur.
“Karena aturan ini, pengelolaan kawasan konservasi harus diserahkan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Kaltim. Hingga saat ini, merekalah yang bertanggung jawab atas pengelolaannya,” jelasnya.
Dengan demikian, kemitraan NGO yang semakin berkembang di Berau kini sepenuhnya berada di bawah kewenangan DKP Kaltim. Sehingga, untuk Diskan di tingkat kabupaten tidak lagi memiliki wewenang dalam menjalin kemitraan.
“Semua keputusan berada di tangan provinsi, meskipun hal ini tidak selalu sesuai dengan harapan kami,” katanya.
Menurutnya, ketika Diskan Berau masih berwenang dalam konservasi, permasalahan seperti pengeboman ikan dan kerusakan lingkungan laut dapat lebih dikendalikan.
“Dulu, kami bekerja sama dengan masyarakat untuk memberikan pemahaman tentang pentingnya konservasi. Dampaknya, praktik pengeboman ikan berkurang secara signifikan,” bebernya.
Meski demikian, ia khawatir bahwa pengawasan konservasi pulau-pulau kecil dan habitat laut saat ini tidak sepenuhnya mengikuti perkembangan terbaru. Pihaknya pun telah mendukung pengelolaan kawasan konservasi sejak 2016, tetapi kini semuanya menjadi kewenangan provinsi.
“Sayangnya, mereka tidak memahami sejarah pengelolaan sejak awal dan tidak pernah melibatkan kami dalam pengambilan keputusan,” kuncinya. (*/)
Penulis: Muhammad Izzatullah
Editor: Dedy Warseto