PORTALBERAU, – Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) periode Mei 2024 berada di angka US$ 407,3 miliar atau setara dengan Rp 6.577,8 triliun (asumsi kurs Rp 16.150) tumbuh 1,8% year on year (yoy), setelah mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,5% yoy pada April 2024.
Asisten Gubernur/Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono mengungkapkan perkembangan tersebut bersumber dari ULN sektor publik, baik pemerintah maupun bank sentral, serta sektor swasta.
Dia mengungkapkan posisi ULN pemerintah pada Mei 2024 tercatat sebesar US$ 191 miliar atau setara dengan Rp 3.084 triliun yang secara tahunan mencatat kontraksi pertumbuhan sebesar 0,8% (yoy), setelah pada April 2024 terkontraksi sebesar 2,6% (yoy).
Berdasarkan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) periode Juli 2024 disebutkan perkembangan ULN tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan aliran masuk modal asing pada Surat Berharga Negara (SBN) internasional dan domestik, seiring dengan sentimen positif kepercayaan investor terhadap prospek perekonomian Indonesia.
“Pemerintah berkomitmen tetap menjaga kredibilitas dengan memenuhi kewajiban pembayaran pokok dan bunga utang secara tepat waktu, serta mengelola ULN secara prudensial, terukur, oportunistik, dan fleksibel untuk mendapatkan pembiayaan yang paling efisien dan optimal,” tulis laporan itu.
Jika dilihat dari negara pemberi pinjaman alias kreditur, Per Mei 2024 tercatat Singapura merupakan pemberi pinjaman paling banyak di antara negara lainnya dengan besaran mencapai US$ 54,851 miliar, bahkan lebih besar dari utang China untuk Indonesia.
Besaran utang Indonesia kepada Singapura ini tercatat mengalami kenaikan dari bulan sebelumnya yang berada di kisaran US$ 54,050 miliar.
Barulah setelah itu Indonesia memiliki utang terbesar ke negara lain seperti Amerika Serikat (AS), China, Jepang, dan Hong Kong.
5 Negara Pemberi Utang Terbanyak ke Indonesia
- Singapura
US$ 54,851 miliar atau Rp 885,84 triliun - Amerika Serikat
US$ 27,069 miliar atau Rp 437,16 triliun - China
US$ 22,860 miliar atau Rp 369,18 triliun - Jepang
US$ 21,829 miliar atau Rp 352,53 triliun - Hong Kong
US$ 19,383 miliar atau Rp 313,03 triliun. (*)