LIPUTAN KHUSUS (1)
“Persoalan elpiji tiga kilogram alias gas melon, masih menjadi masalah klasik yang terus berulang. Seolah tak ada solusi yang pasti, persoalan ini seperti mimpi buruk bagi kabupaten yang baru-baru ini kembali menerima tujuh panji keberhasilan. Skema subsidi tertutup pun mulai dicoba kembali, agar subsidi dari Pertamina tidak ikut-ikutan di ‘gragas’ oleh yang tidak berhak menerima. Akankah dengan langkah ini pemerintah berhasil membidik tepat sasaran?”
MARTA, TANJUNG REDEB
Sepekan terakhir, persoalan gas melon kembali mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Mulai dari masyarakat hingga pejabat, pun angkat suara. Bermula dari hilangnya tabung gas berwarna hijau itu dari peredarannya di warung-warung, hingga temuan harga jual yang tak masuk akal.
Banyak yang mengira terjadi kelangkaan. Padahal, jatah gas melon dari Pertamina untuk Bumi Batiwakkal, tak pernah dikurangi. Malah kuota seringkali ditambah. Namun tetap saja selalu terjadi momen dimana gas melon tersebut seketika lenyap bak ditelan bumi.
Pertanyaan demi pertanyaan pun bermunculan. Kenapa dan ada apa sebenarnya? Karena gas melon dianggap langka, beberapa oknum mulai bermain curang. Tega menjual kembali kepada konsumen dengan harga yang jauh dari ketetapan, bisa sampai Rp 50-60 ribu per tabung. Padahal, Harga Eceran Tertinggi (HET) yang diberlakukan ditingkat pangkalan hanya Rp 25 ribu per tabung (HET Tanjung Redeb). Kalau pun lebih tinggi, berarti menyesuaikan jarak tempuh (seperti di Kecamatan Kelay, HET bisa lebih tinggi. Permainan harga ini seringkali didapati ditingkat pengecer.
Selain mempermainkan harga, pengecer nakal juga tak segan menyembunyikan atau bahkan memanipulasi tabung gas melon, agar terlihat seperti tabung kosong. Supaya pembeli rela menggocek kantong lebih dalam untuk sekadar dapat memasak dengan gas melon.
SEJARAH GAS MELON BERSUBSIDI
Kebijakan subsidi elpiji 3 kilogram pertama kali dilakukan pada tahun 2007. Untuk mendukung kebijakan itu, pemerintah menyediakan serta mendistribusikan elpiji 3 kilogram lengkap dengan kompor gas beserta peralatan pendukung lainnya, kemudian diberikan kepada rumah tangga serta pelaku UMKM. Elpiji 3 kilogram ini dikenalkan ke masyarakat di saat terjadi kenaikan harga minyak tanah yang dinilai sangat memberatkan masyarakat. Padahal, minyak tanah adalah bahan bakar yang kala itu sangat diandalkan masyarakat kurang mampu. Sehingga untuk mengatasi kesulitan tersebut, pemerintah memberikan subsidi terhadap gas melon.
SIAPA SAJA YANG BERHAK MENERIMA SUBSIDI ELPIJI 3 KILOGRAM
Ada empat golongan yang berhak menerima subsidi elpiji 3 kilogram, diantaranya :
- Rumah tangga, yaitu konsumen yang memiliki legalitas kependudukan, namun masuk dalam kategori tidak mampu.
- Pelaku UMKM, merupakan kelompok masyarakat kedua yang dapat membeli dan menggunakan gas melon. Kelompok ini merupakan konsumen dengan usaha produktif milik perorangan yang mempunyai legalitas penduduk.
- Petani sasaran, merupakan orang yang memiliki lahan pertanian paling luas 0,5 hektare, kecuali untuk transmigran yang memiliki lahan pertanian paling luas 2 hektar. Kelompok ini juga harus melakukan sendiri usaha tani tanaman pangan maupun hortikultura, serta memiliki mesin pompa air dengan daya paling besar 6,5 Horse Power.
- Nelayan sasaran, serupa dengan petani, sebagian kelompok nelayan dapat menggunakan elpiji 3 kg untuk melancarkan mata pencaharian.
GOLONGAN YANG DILARANG MENGGUNAKAN ELPIJI 3 KILOGRAM
Selain golongan penerima, ada juga golongan-golongan yang tidak diperbolehkan membeli dan menggunakan elpiji 3 kilogram.
Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, elpiji 3 kilogram adalah barang bersubsidi yang disalurkan pemerintah kepada masyarakat melalui Pertamina.
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pun telah mengatur larangan pembelian elpiji subsidi 3 kilogram untuk sejumlah masyarakat, khususnya pengusaha.
Dilansir dari laman Pertamina, larangan beli elpiji 3 kilogram ini tertuang dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor B-2461/MG.05/DJM/2022 tertanggal 25 Maret 2022.
Kelompok atau usaha yang dilarang menggunakan elpiji bersubsidi, diantaranya restoran, hotel, usaha peternakan, usaha pertanian (di luar ketentuan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2019 dan yang belum dikonversi), usaha tani tembakau, usaha binatu atau laundry, serta usaha batik.
PEMBERLAKUAN SUBSIDI TERTUTUP
Per tanggal 1 Januari 2024, Kementerian ESDM mulai memberlakukan subsidi tertutup terhadap gas melon. Keputusan itu diambil karena selama ini subsidi gas melon dinilai tidak tepat sasaran. Pasalnya, pengguna gas melon kini bukan hanya dari empat golongan yanh ditentukan. Masyarakat yang dinilai mampu secara ekonomi, justru banyak yang ikut-ikutan mengambil jatah subsidi.
Akibatnya, meski kuota elpiji yang diberikan Pertamina kepada enam agen di Kabupaten Berau tidak pernah dikurangi, bahkan justru selalu dapat kuota tambahan, tetap tidak bisa memenuhi kebutuhan gas elpiji.
Beriringan dengan pemberlakuan subsidi tertutup, pengecer gas melon juga sudah tidak diperbolehkan. Sehingga distribusi hanya berhenti sampai ditingkat pangkalan. Masyarakat diminta untuk membeli gas melon hanya melalui pangkalan, dengan menggunakan KTP dan KK sebagai persyaratan.
Penggunaan KTP dan KK dimaksudkan agar subsidi yang diberikan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan untuk sampai pada masyarakat yang masuk dalam empat golongan.
Sedangkan penghentian distribusi di tingkat pengecer, diharapkan dapat membantu subsidi tepat sasaran. Sebab selama ini, penjualan gas melon di tingkat pengecer tidak terawasi dengan baik. Akibatnya, masih ada saja masyarakat yang masuk ke dalam delapan golongan terlarang, bebas membeli gas bersubsidi. Hal itu juga diharapkan dapat mencegah penjualan gas melon dengan harga yang didongkrak habis-habisan.
Dari pernyataan yang sempat dilontarkan Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Kabupaten Berau, Kamaruddin, jika dikalkulasikan dengan jumlah penduduk terdata miskin, jatah yang diberikan Pertamina untuk Berau, sangat mencukupi. Dalam setahun jatah gas melon yang masuk mencapai 64 matrik ton.
“Yang membuat tidak cukup itu, karena orang yang seharusnya tidak boleh pakai gas bersubsidi, malah ikut membeli di warung-warung,” katanya. (Bersambung)