TANJUNG REDEB, PORTALBERAU – Pemerintah Kabupaten Berau melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) kembali menegaskan pentingnya pengurangan sampah sejak dengan mengelola sampa sendiri, terutama bagi sektor hotel, restoran, dan kafe (Horeka).
Langkah ini dinilai mendesak mengingat kapasitas Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di Berau kini berada pada kondisi kritis akibat volume sampah yang terus meningkat.
Sekretaris DLHK Berau, Masrani, mengungkapkan bahwa kontribusi sampah dari sektor Horeka mencapai sekitar 11 persen dari total timbulan harian yang berakhir di TPA. Angka tersebut disebut cukup besar dan ikut menambah beban fasilitas pembuangan akhir yang sebenarnya hanya diperuntukkan untuk sampah residu.
“Kalau sampah dari sektor ini tidak mulai dikurangi dari sumbernya, kondisi TPA akan semakin berat. Pengurangan sampah harus dilakukan saat ini juga,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa capaian Berau dalam pengelolaan sampah masih harus dikejar agar selaras dengan target nasional sebagaimana tercantum dalam RPJM 2025–2029. Target pengelolaan dan pengumpulan sampah nasional sebesar 52,21 persen pada tahun 2025 belum terpenuhi sepenuhnya, sementara target 100 persen pada 2029 mengharuskan kolaborasi lebih kuat dari berbagai sektor.
Sebagai upaya meningkatkan kesadaran dan kapasitas pengelolaan, DLHK telah menggelar sosialisasi dan pembinaan bagi pelaku Horeka. Kegiatan tersebut menggandeng berbagai pihak mulai dari organisasi perangkat daerah, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), bank sampah induk dan unit, rumah kompos, hingga komunitas penggiat maggot dan peolah sampah organik.
Masrani juga menyoroti kondisi pengelolaan sampah di tingkat nasional. Pada Maret 2025, lebih dari 340 daerah mendapat sanksi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akibat pengelolaan TPA yang tidak sesuai ketentuan. Sanksi tersebut berupa penghentian sementara metode pendamping yang sebelumnya diberikan pemerintah pusat.
“Bila tidak segera dibenahi, TPA berpotensi ditutup. Sudah ada beberapa daerah yang merasakan dampaknya,” ujarnya.
Meski demikian, ia menyebut bahwa Berau mendapat catatan positif berdasarkan tiga kali monitoring KLHK. TPA Berau dinilai telah menunjukkan kemajuan, mulai beralih dari metode pendamping menuju pengelolaan yang lebih terkontrol. Kendati begitu, metode pembuangan terbuka yang masih digunakan tetap menyimpan risiko pencemaran sehingga memerlukan perhatian serius.
Selain itu, pemerintah daerah diberi waktu 180 hari untuk menindaklanjuti seluruh rekomendasi dari KLHK. Berau telah menyelesaikan lebih dari 85 persen tindak lanjut tersebut, meski masih ada beberapa catatan yang harus dipenuhi.
“Masalah terbesar yang kita hadapi saat ini adalah timbunan sampah yang sudah melampaui kapasitas TPA. Sektor Horeka menjadi salah satu penyumbangnya,” katanya.
Karena itu, ia menegaskan perlunya memperkuat pemilahan, pengolahan, serta pemanfaatan ulang sampah oleh pelaku Horeka. Ia mendorong agar pengelola hotel, restoran, dan kafe dapat bekerja sama dengan bank sampah, rumah kompos, serta para pegiat maggot agar lebih banyak sampah yang bisa dialihkan dari TPA.
“Sampah bernilai tidak seharusnya berakhir di TPA. Kita ingin mengubah pola itu, mulai sekarang,” kuncinya. (*/)
Penulis : Muhammad Izzatullah
Editor: Ikbal Nurkarim





