TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Transformasi Posyandu menjadi pusat layanan masyarakat di tingkat kampung mendapat respons dari kalangan legislatif.
Anggota Komisi II DPRD Berau, Sri Kumalasari, menilai program tersebut merupakan langkah strategis dalam menurunkan stunting dan meningkatkan kualitas layanan dasar di masyarakat.
Namun ia menekankan, keberhasilan program tidak cukup hanya dengan sosialisasi.
Menurut Mala sapaan akrabnya, Posyandu yang dituntut memberikan layanan lebih luas mulai dari edukasi keluarga, layanan kesehatan ibu dan anak, hingga pembinaan lingkungan dan sosial—harus diimbangi dengan kesiapan fasilitas, kompetensi kader, dan dukungan anggaran yang memadai.
“Transformasi Posyandu sangat bagus, tapi jangan hanya menambah beban tugas kader tanpa didukung sarana dan anggaran yang layak,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa masih banyak Posyandu di kampung yang beroperasi dengan fasilitas seadanya, bahkan ada yang meminjam ruangan balai kampung atau rumah warga untuk kegiatan bulanan.
Kondisi tersebut, menurutnya, tidak sejalan dengan target peningkatan status Posyandu menjadi Purnama atau Mandiri.
“Kalau kita ingin Posyandu menjadi pusat layanan, infrastrukturnya harus dipastikan layak dulu. Bukan hanya bangunannya, tetapi juga peralatan kesehatan, data pemantauan, dan pelatihan kader,” ungkapnya.
Mala juga menyoroti pentingnya pengawasan lintas sektor. Ia berharap camat, kepala kampung, DPMK, serta Tim Pembina Posyandu Kabupaten benar-benar turun ke lapangan melakukan evaluasi berkala, bukan sekadar menunggu laporan administrasi.
Komisi II DPRD Berau, kata Sri Kumalasari, siap mendorong alokasi anggaran untuk mendukung peningkatan status Posyandu, namun ia meminta agar pemerintah daerah memastikan penggunaan anggaran tepat sasaran.
“Jangan sampai transformasi ini hanya terlihat di atas kertas. DPRD akan mengawal agar Posyandu benar-benar menjadi tempat yang nyaman bagi masyarakat dan berdampak pada penurunan stunting,” ucapnya.
Sri Kumalasari berharap dua kampung percontohan Sukan Tengah dan Labanan Jaya menjadi model nyata dan bukan sekadar formalitas.
“Jika percontohan berhasil, baru kita dorong untuk direplikasi ke kampung dan kelurahan lain. Intinya, yang dibutuhkan bukan hanya seremoni peresmian, tetapi kerja nyata di lapangan,” kuncinya. (ADV)
Penulis: Wahyudi
Editor: Ikbal Nurkarim





