TANJUNG REDEB, PORTALBERAU – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Berau mencatat sebanyak 353 warga mengalami gangguan jiwa sepanjang 2025, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya yang berjumlah 342 kasus. Namun, lonjakan angka tersebut bukan semata karena bertambahnya penderita baru, melainkan hasil dari semakin aktifnya kegiatan skrining kesehatan jiwa yang kini dilakukan lebih luas.
Kepala Seksi Kesehatan Jiwa Dinkes Berau, Nur Hayati, menjelaskan bahwa peningkatan angka ODGJ justru menjadi indikator positif bahwa masyarakat kini lebih terpantau dan berani memeriksakan diri.
“Kasus naik karena kita makin sering melakukan pemeriksaan. Semua puskesmas rutin melakukan skrining, jadi banyak yang terdeteksi lebih awal. Sebagian besar kategori ringan, bukan berat,” ujarnya, Jumat (17/10/25).
Dari total 353 kasus tersebut, 108 orang terdiagnosis mengalami gangguan berat, sedangkan sisanya tergolong ringan. Untuk kategori ringan, pasien mendapatkan layanan pendampingan dan konseling psikolog di puskesmas agar tidak berkembang menjadi gangguan yang lebih parah.
“Kalau tidak segera ditangani, gangguan ringan bisa berubah menjadi berat. Karena itu kita arahkan untuk konseling dan terapi rutin,” terangnya.
Saat ini, Dinas Kesehatan telah menempatkan petugas kesehatan jiwa di 21 puskesmas yang tersebar di seluruh kecamatan.
Mereka bertugas memantau kondisi pasien dan mencegah kekambuhan. Namun, sejumlah kendala masih ditemui di lapangan, terutama terkait ketersediaan obat-obatan penunjang kesehatan jiwa.
“Stok obat sempat kosong karena dulu belum boleh menggunakan APBD II. Sekarang sudah diizinkan lagi, dan kami sudah mengajukan pengadaan untuk tahun depan,” ujarnya.
Untuk pasien dengan gangguan berat yang membutuhkan perawatan lebih intensif, Dinas Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Sosial melakukan rujukan ke fasilitas rehabilitasi di Samarinda dan Banjarmasin. Saat ini, terdapat empat pasien asal Berau yang sedang menjalani rehabilitasi di luar daerah.
Selain penanganan medis, pemerintah daerah juga membentuk Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) di setiap kecamatan. Tim ini terdiri dari unsur pemerintah kampung, Satpol PP, kepolisian, dan TNI yang berperan menindaklanjuti laporan warga bila ditemukan ODGJ yang berkeliaran tanpa pengawasan.
Program skrining kesehatan jiwa kini dilakukan secara berkala setiap enam bulan di berbagai lingkungan, mulai dari sekolah, tempat kerja, hingga masyarakat umum. Langkah ini bertujuan mendeteksi dini potensi gangguan kejiwaan sekaligus mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya kesehatan mental.
Menurut Nur Hayati, tekanan ekonomi masih menjadi faktor utama penyebab stres dan gangguan kejiwaan di Berau.
“Sekarang harga kebutuhan serba naik. Banyak masyarakat yang terbebani secara ekonomi dan akhirnya mengalami tekanan mental. Mayoritas pasien kami berasal dari keluarga tidak mampu,” ungkapnya.
Ia berharap, sinergi antarinstansi dan dukungan masyarakat dapat memperkuat sistem pelayanan kesehatan jiwa di Berau.
“Kami ingin penanganan ODGJ tidak hanya fokus pada pengobatan, tapi juga peningkatan kesejahteraan dan kesadaran pentingnya menjaga kesehatan mental,” kuncinya. (*/)
Penulis: Muhammad Izzatullah
Editor : Dedy Warseto