TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Upaya mendorong produk industri barang gunaan di Kabupaten Berau untuk memperoleh sertifikat halal masih menemui sejumlah kendala.
Tidak seperti produk kuliner yang relatif lebih mudah, sertifikasi halal bagi barang gunaan seperti batik dan kerajinan membutuhkan proses lebih rumit serta biaya yang tidak sedikit.
Kabid Perindustrian Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Berau, Rita Noratni menjelaskan, sertifikat halal sebenarnya tidak hanya berlaku untuk makanan dan minuman, tetapi juga wajib bagi produk non-kuliner.
Hal ini sesuai dengan regulasi pemerintah yang menekankan jaminan halal pada berbagai jenis produk.
“Kalau untuk barang gunaan seperti batik atau kerajinan, bahan-bahannya juga harus dipastikan halal. Prosesnya lebih rumit dibandingkan produk kuliner, karena memerlukan tenaga ahli khusus yang harus didatangkan ke Berau,” ungkapnya.
Rita menuturkan, salah satu faktor utama yang membuat sertifikasi barang gunaan sulit dijalankan adalah pembiayaan. Pasalnya, selain pemeriksaan dokumen, tim ahli juga diwajibkan melakukan kunjungan langsung ke lokasi produksi.
“Para ahli harus datang langsung ke tempat proses produksi. Apalagi lokasi industri barang gunaan di Berau cukup tersebar, bahkan banyak yang berada di kampung-kampung. Itu tentu memerlukan biaya besar,” jelasnya.
Menurutnya, Diskoperindag Berau sempat mengalokasikan anggaran untuk program sertifikasi halal produk kerajinan pada tahun lalu.
Namun, kata dia, dana yang tersedia ternyata tidak mencukupi, bahkan untuk satu produk sekalipun.
“Jadi tahun lalu batal dilaksanakan. Padahal banyak sekali barang gunaan yang ada di Berau dan berpotensi berkembang,” ujarnya.
Sementara itu, lembaga yang berwenang menerbitkan sertifikat halal bagi produk kerajinan bukan berada di tingkat daerah, melainkan di balai batik dan kerajinan.
Hal ini membuat pelaku industri di Berau harus mengajukan langsung ke lembaga tersebut.
“Kalau untuk produk kerajinan, sertifikat halalnya bukan dikeluarkan oleh kami. Jadi tidak bisa dilakukan di daerah, harus melalui balai yang berwenang,” ucapnya.
Dengan berbagai keterbatasan tersebut, pelaku industri kerajinan di Berau hingga kini masih menunggu dukungan lebih lanjut agar bisa memperoleh sertifikat halal.
Rita menegaskan, Pemkab akan berupaya mencari solusi agar produk khas Berau tidak kehilangan daya saing di pasar, terutama pasar yang mensyaratkan label halal sebagai jaminan kualitas.
“Sertifikat halal itu sangat penting, bukan hanya untuk meningkatkan kepercayaan konsumen, tapi juga sebagai bentuk kepatuhan terhadap aturan yang berlaku. Kalau produk kerajinan Berau punya sertifikat halal, peluangnya lebih besar untuk masuk pasar yang lebih luas,” kuncinya. (*)
Penulis: Wahyudi
Editor: Dedy Warseto