TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Implementasi Koperasi Merah Putih (KMP) yang menjadi program strategis nasional mulai berjalan di berbagai daerah, termasuk di Kabupaten Berau.
Namun di balik peluang besar bagi penguatan ekonomi desa, Kepala Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Tanjung Redeb, Viera Martina Rachmawati, mengingatkan adanya risiko besar yang harus diantisipasi, terutama terkait penggunaan dana desa sebagai penjamin pinjaman koperasi.
Menurut Viera, KPPN sebagai perpanjangan tangan Kementerian Keuangan di daerah memiliki peran penting dalam memastikan penyaluran dana desa dan pembiayaan KMP berjalan sesuai regulasi.
Ia menekankan bahwa program ini tidak boleh dijalankan secara asal-asalan karena menyangkut dana publik.
“Dana desa itu dana publik, sementara koperasi adalah badan usaha privat. Maka harus ada sinkronisasi yang jelas agar tidak menimbulkan masalah hukum maupun risiko gagal bayar di kemudian hari,” ungkapnya.
Dirinya menyebut, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 49 Tahun 2025, koperasi desa atau kelurahan Merah Putih bisa mengajukan pembiayaan maksimal Rp3 miliar dengan tenor hingga enam tahun.
Lanjutnya, ada masa tenggang (grace period) 6–8 bulan, di mana koperasi tidak dikenakan denda jika belum mampu membayar cicilan.
Namun Viera menegaskan, skema ini tetap mengandung risiko. Jika koperasi tidak bisa mengembalikan pinjaman, dana desa, Dana Alokasi Umum (DAU), maupun Dana Bagi Hasil (DBH) bisa dijadikan intersep (potongan otomatis) oleh pemerintah.
“Pinjaman tetap harus dikembalikan, meskipun koperasi berhenti beroperasi. Kalau gagal bayar, maka desa atau daerah yang akan menanggung. Karena itu pengelolaan koperasi harus betul-betul profesional, transparan, dan akuntabel,” tegasnya.
Viera mengingatkan, keberhasilan koperasi bukan hanya soal modal, tetapi juga kemampuan menyusun laporan keuangan berbasis akuntansi, mengelola aset, hingga menjaga pemisahan kepentingan antara pemerintah desa dan pengurus koperasi.
“Jangan sampai terjadi benturan kepentingan, misalnya kepala desa sekaligus mengatur koperasi. Harus ada pemisahan tegas supaya pengelolaan dana tidak bercampur dengan kewenangan pemerintah desa,” ujarnya.
Ia juga menekankan perlunya pelatihan dan bimbingan teknis bagi pengurus koperasi agar mampu menyusun laporan posisi keuangan, laporan perubahan modal, hingga laporan arus kas yang akan menjadi dasar evaluasi perbankan dalam memberikan pinjaman.
Meski penuh tantangan, Viera menyebut Koperasi Merah Putih bisa menjadi motor penggerak ekonomi desa jika dikelola dengan baik.
Ia menambahkan, ada tujuh jenis usaha inti yang bisa dikembangkan, mulai dari toko sembako, simpan pinjam, logistik, hingga klinik dan apotek desa. Selain itu, koperasi juga dapat mengelola usaha tambahan seperti agen LPG, sewa traktor, atau layanan keuangan digital.
“Kalau tata kelolanya baik, koperasi bisa menjadi pusat pertumbuhan ekonomi desa. Tapi kalau salah kelola, yang rugi bukan hanya koperasi, melainkan seluruh masyarakat desa,” kuncinya. (ADV)
Penulis: Wahyudi
Editor: Dedy Warseto