TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kabupaten Berau, Edy Suswanto, menggagas gerakan penggunaan batik dan tenun khas Berau oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun pegawai swasta setiap hari Kamis.
Menurutnya, langkah sederhana ini bisa menjadi strategi nyata dalam mendorong pertumbuhan industri kerajinan lokal.
Edy menilai, jumlah ASN di Berau yang mencapai sekitar 34 ribu orang merupakan potensi besar untuk menciptakan pasar tetap bagi produk pengrajin.
“Bayangkan jika setiap ASN hingga kepala kampung menggunakan batik atau tenun lokal setiap Kamis. Efeknya luar biasa, bahkan pengrajin bisa kewalahan memenuhi permintaan,” ujarnya.
Tak hanya ASN, ia juga mengajak kalangan perbankan dan dunia usaha untuk menerapkan aturan serupa di lingkup kerja mereka.
“Setiap manajemen bisa menginstruksikan pegawainya memakai produk lokal. Kalau satu cabang bank saja ada 25 orang, dikalikan seluruh cabang di Berau, itu sudah jadi pasar besar untuk pengrajin,” jelasnya.
Ia menekankan, langkah ini bukan hal yang mustahil. Justru, dengan adanya gerakan bersama, produk lokal akan mendapatkan tempat yang lebih terhormat di tengah masyarakat.
“Daripada kita bangga memakai batik Jogja, Bali, atau Sunda, kenapa tidak bangga dengan batik Berau sendiri? Ini soal kepedulian,” tegasnya.
Edy juga menyinggung filosofi Jawa urip iku urup yang berarti hidup harus memberi manfaat bagi sesama. Menurutnya, membeli dan mengenakan batik serta tenun lokal merupakan bentuk nyata dari filosofi tersebut.
“Harga batik Berau berkisar Rp300 ribu hingga Rp700 ribu. Nilai itu kecil bagi seorang ASN atau pejabat, tetapi sangat besar artinya bagi keberlangsungan hidup pengrajin,” tuturnya.
Selain itu, Edy mengungkapkan bahwa dukungan ini bisa meningkatkan daya tawar produk lokal, terutama di mata tamu luar daerah maupun mancanegara. Ia mencontohkan rencana kedatangan sejumlah duta besar asing ke Berau pada September mendatang.
“Ini kesempatan emas. Produk kerajinan kita bisa ditampilkan sebagai cinderamata, bahkan berpotensi masuk pasar internasional,” katanya.
Lebih jauh, ia menyampaikan cita-citanya menghadirkan workshop Ekraf dan UMKM pada tahun 2026 mendatang. Lokasi ini akan difungsikan sebagai pusat produksi, pelatihan, sekaligus ruang pamer bagi berbagai kerajinan masyarakat Berau.
“Tidak perlu luas, cukup sekitar 5.000 meter. Yang penting bisa mengakomodir semua pengrajin dan jadi etalase resmi produk Berau,” ucapnya
Edy menambahkan, inisiatif seperti penggunaan batik dan tenun lokal setiap Kamis bukan sekadar simbol, tetapi bisa menjadi gerakan kultural yang berdampak ekonomi besar
“Kalau kebijakan ini dijalankan secara konsisten, masyarakat Berau sendiri yang akan merasakan manfaatnya. Kita mulai dari hal kecil, dan itu akan tumbuh jadi sesuatu yang besar,” kuncinya. (ADV)
Penulis: Wahyudi
Editor: Dedy Warseto