TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Pemkab Berau kembali menyoroti persoalan distribusi dan penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram bersubsidi yang dinilai belum sepenuhnya tepat sasaran.
Hal ini disampaikan oleh Bupati Berau, Sri Juniarsih Mas, yang juga menegaskan pentingnya kesadaran dan empati sosial dari masyarakat, khususnya kelompok ekonomi mampu.
Menurut Sri, salah satu penyebab ketimpangan distribusi dan kelangkaan gas melon—sebutan LPG 3 kg—adalah masih banyaknya penggunaan oleh masyarakat yang sebenarnya tidak termasuk dalam kategori penerima subsidi.
“Ini sebenarnya persoalan kesadaran diri dan rasa malu. Kalau memang sudah mampu, seharusnya tidak perlu menggunakan LPG 3 kg yang jelas-jelas ditujukan untuk masyarakat kurang mampu. Jangan sampai kita tergolong LND, yaitu ‘Lepas dari Nalar dan Diri’,” tegasnya, Jumat (8/8/25).
Ia menekankan bahwa pemerintah telah menyediakan alternatif LPG non-subsidi yang bisa diakses oleh masyarakat mampu, seperti LPG berwarna pink yang kini tersedia di berbagai pangkalan resmi.
“Gunakanlah LPG non-subsidi sebagai bentuk kepedulian dan empati kita kepada masyarakat yang benar-benar membutuhkan. Ini soal moral, bukan sekadar urusan teknis distribusi,” ujarnya.
Sri juga menyinggung dugaan soal maraknya aparatur sipil negara (ASN) atau pegawai negeri sipil (PNS) yang masih menggunakan LPG 3 kg bersubsidi.
Padahal, kata dia, kelompok ini dinilai memiliki kemampuan ekonomi yang cukup dan tidak termasuk dalam sasaran program subsidi energi.
“Kita miris melihat ada juga oknum ASN yang masih ikut antre dan menggunakan LPG 3 kg bersubsidi. Ini seharusnya tidak terjadi. Sebagai abdi negara, mereka semestinya memberi contoh kepada masyarakat, bukan justru ikut menikmati hak subsidi yang bukan untuk mereka,” ungkapnya.
Menurutnya, perilaku semacam itu dapat mencederai semangat keadilan sosial dan memperparah ketimpangan akses bahan bakar bagi warga yang benar-benar membutuhkan.
Senada dengan Bupati, Wakil Bupati Berau Gamalis juga menyuarakan hal serupa. Ia menilai perlunya edukasi dan pengawasan yang lebih ketat agar subsidi LPG benar-benar sampai pada sasaran yang tepat, yakni masyarakat berpenghasilan rendah.
“Gas melon itu memang diperuntukkan untuk saudara-saudara kita yang berada di bawah garis ekonomi rata-rata. Kami berharap kepada para pengusaha dan masyarakat ekonomi menengah ke atas agar tidak ikut-ikutan berebut gas subsidi,” tuturnya.
Gamalis juga mengingatkan pentingnya mematuhi ketentuan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah. Ia menilai kepatuhan terhadap HET akan membantu menjaga stabilitas distribusi dan mencegah penumpukan stok di tangan pihak yang tidak berhak.
“Kalau masyarakat mampu ikut ambil bagian dalam penggunaan LPG subsidi, maka kasihan masyarakat yang benar-benar membutuhkannya. Mari kita kembalikan peruntukan subsidi ini kepada yang berhak,” kuncinya. (*/)
Penulis: Wahyudi
Editor: Dedy Warseto