TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi potensi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), Pemerintah Kabupaten Berau menggelar Apel Gabungan Gelar Pasukan Penanggulangan Karhutla Tahun 2025, yang dilaksanakan di halaman KODIM 0902/BRU, Kamis (7/8/25).
Apel dipimpin langsung oleh Bupati Berau, Sri Juniarsih Mas, yang sekaligus menyampaikan amanat kepada seluruh peserta apel.
Dalam sambutannya, Bupati Sri Juniarsih mengungkapkan bahwa berdasarkan data Kajian Risiko Bencana Kabupaten Berau dan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), karhutla merupakan ancaman bencana dengan indeks risiko tertinggi di Kabupaten Berau, yakni berada pada angka 173,37 yang tergolong dalam kategori risiko tinggi.
“Apel ini adalah bentuk penguatan komitmen dan sinergi kita bersama. Kita ingin memastikan seluruh perangkat daerah, TNI, Polri, hingga relawan, siap dan sigap dalam menghadapi ancaman karhutla yang sewaktu-waktu dapat terjadi,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, sebagian besar penyebab kebakaran hutan dan lahan masih disebabkan oleh ulah manusia, baik disengaja maupun karena kelalaian. Namun, faktor alam seperti kemarau panjang dan fenomena El Nino juga tak bisa diabaikan.
Terlebih lagi, kata dia, suhu ekstrem di Berau yang sempat mencapai 37 derajat Celcius menjadi alarm serius akan meningkatnya risiko kebakaran.
Sebagai bentuk langkah mitigasi konkret, Bupati Sri Juniarsih menginstruksikan tiga poin utama kepada seluruh pihak yang terlibat yakni, melakukan antisipasi dini melalui sosialisasi, penyuluhan, dan pengecekan lapangan (groundcheck) pada titik-titik rawan api, menyiapkan sarana dan prasarana pengendalian karhutla, termasuk pembentukan pos pengendalian kebakaran hutan dan lahan (dalkarhutla) di setiap kecamatan, serta penyediaan peralatan pendukung.
Mengaktifkan dan mengoptimalkan peran kelembagaan relawan dan Masyarakat Peduli Api (MPA) dalam setiap lini pencegahan dan penanggulangan.
“Langkah mitigasi harus menjadi fokus utama. Karhutla bukan hanya soal api dan asap, tapi juga menyangkut kerugian ekonomi, kesehatan, dan kerusakan lingkungan yang harus kita cegah sejak dini,” tegasnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa pengendalian karhutla tidak hanya berhenti pada pemadaman atau penindakan hukum. Berdasarkan Permen LHK Nomor 32 Tahun 2016, pengendalian karhutla adalah kerja besar yang mencakup enam unsur penting perencanaan, pencegahan, penanggulangan, pasca kebakaran, koordinasi kerja, dan kesiapsiagaan.
Karena itu, dirinya pun menyerukan kerja kolaboratif lintas sektor, baik unsur Forkopimda, TNI/Polri, BPBD, Satpol PP, OPD, camat, lurah, hingga relawan dan masyarakat, untuk bersatu dalam konsep multi-helix demi menciptakan kesiapsiagaan yang solid dan terpadu.
“Pengendalian karhutla tidak bisa hanya mengandalkan satu institusi. Kita harus bergerak bersama, tidak bisa sendiri. Kita semua bertanggung jawab,” ujarnya.
Sri Juniarsih juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan, serta memahami dampak jangka panjang dari kebakaran hutan dan lahan.
“Kami berharap masyarakat bisa ikut ambil bagian dalam upaya pencegahan. Karena pada akhirnya, kita semua menginginkan Berau yang aman, sehat, dan bebas dari bencana,” kuncinya. (Adv)
Penulis: Wahyudi
Editor: Dedy Warseto