SAMARINDA, PORTALBERAU— Komitmen Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) dalam memberantas tindak pidana korupsi kembali terbukti. Hanya dalam dua pekan setelah dilantik, Kepala Kejati Kaltim yang baru, Assoc. Prof. Supardi, S.H., M.H., berhasil mengungkap kasus korupsi pengelolaan aset di tubuh PT Kutai Timur Energi (PT KTE), anak perusahaan BUMD Pemkab Kutai Timur.
Kali ini, Kejati Kaltim menetapkan dan menahan seorang tersangka berinisial MSN yang menjabat sebagai Wakil Ketua Tim Likuidator PT KTE.
Ia diduga terlibat dalam pengelolaan dana dan aset secara melawan hukum, yang mengakibatkan kerugian negara hingga puluhan miliar rupiah.
”Penetapan dan penahanan ini merupakan hasil pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Tim Likuidator PT KTE,” kata Kasi 3 Ekonomi dan Moneter pada Asintel Kejati Kaltim, Alfano Arif Hartoko, Kamis (31/7/2025), di Kantor Kejati Kaltim, Jalan Bung Tomo, Samarinda Seberang.

MSN resmi ditahan selama 20 hari ke depan dan dititipkan di Rutan Kelas I Samarinda. Penyidik menyatakan telah mengantongi dua alat bukti kuat yang menguatkan dugaan keterlibatan tersangka dalam kasus tersebut.
Kasus ini bermula dari investasi PT KTE senilai Rp40 miliar ke PT Astiku Sakti pada 2011-2012. Setelah muncul permasalahan hukum, dibentuklah Tim Likuidator yang dipimpin oleh HD dan didampingi MSN. Dalam proses likuidasi, MSN diketahui menarik dana dividen lebih dari Rp1 miliar, sementara HD menarik secara bertahap hingga Rp37,4 miliar.
Dana tersebut ditransfer langsung ke rekening tim likuidator tanpa melalui mekanisme rapat atau persetujuan dari pemilik saham, dan tidak pernah dilaporkan ke PT Kutai Timur Investama (PT KTI) selaku pemegang saham maupun ke kas daerah Pemkab Kutai Timur.
”Total dana yang ditarik secara tidak sah mencapai Rp38,4 miliar. Dana ini tidak disetorkan sebagaimana mestinya,” ungkap Alfano.
Koordinator Kejati Kaltim, Indra Rivani, menambahkan bahwa hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menyatakan nilai kerugian negara senilai penuh dari dana yang ditarik tanpa dasar hukum tersebut.
Sebelumnya, penyidik telah menetapkan HD sebagai tersangka pada 23 Juni 2025. Namun hingga kini HD belum ditahan karena alasan kesehatan. “Tersangka menggunakan hasil likuidasi yang bukan kewenangannya dan tidak menyetorkannya ke kas daerah,” tegas Indra.
Kejati Kaltim menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengejar dan menindak pelaku tindak pidana korupsi di lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), demi menjaga akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan negara.
Para tersangka dijerat dengan pelanggaran terhadap sejumlah peraturan, termasuk UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. (*/)
Editor: Dedy Warseto