TANJUNG REDEB, PORTALBERAU – Pemkab Berau kembali menunjukkan komitmennya dalam melindungi dan memberikan perhatian khusus bagi Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK).
Melalui Rapat Koordinasi Teknis Penguatan Jejaring AMPK yang digelar di Ruang Rapat Kakaban Setda Berau, Rabu (23/725), berbagai persoalan dan solusi strategis dihadirkan dengan mengusung tema “Wujudkan Komitmen Perlindungan Anak Istimewa yang Terintegrasi”.
Rapat yang dibuka oleh Plt Asisten II Setkab Berau, Warji, mewakili Bupati Sri Juniarsih Mas, turut dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk perwakilan dari organisasi profesi dan layanan kesehatan seperti Ikatan Okupasi Terapi Indonesia Kabupaten Berau.
Dalam pertemuan tersebut, Ikatan Okupasi Terapi Indonesia memberikan sejumlah rekomendasi penting berdasarkan temuan lapangan dan proses screening terhadap anak-anak yang membutuhkan intervensi khusus. Beberapa poin penting yang disampaikan, antara lain terapi Rutin Anak yang telah menjalani screening dan mendapatkan layanan okupasi terapi dianjurkan untuk mengikuti program terapi minimal dua kali dalam seminggu guna mengejar ketertinggalan tumbuh kembang yang dialami.
Selanjutnya, Rujukan Lanjutan
Anak dengan suspect diagnosis seperti ADHD, Down Syndrome, dan Retardasi Mental direkomendasikan untuk pemeriksaan lanjutan ke psikiater, psikolog, dan dokter rehabilitasi medik.
Kemudian, Layanan Spesifik Anak dengan gangguan pendengaran (tuna rungu) disarankan untuk mendapatkan layanan terapi wicara, Anak dengan Cerebral Palsy direkomendasikan untuk menjalani layanan fisioterapi secara berkala, Home Program dan Peran Keluarga Program pendampingan yang telah diberikan kepada orangtua wajib dijalankan secara konsisten di rumah. Pemantauan program tersebut dapat melibatkan bidan di masing-masing puskesmas sebagai mitra pemantau.
Dan, Pendidikan Inklusif dan SLB
Anak usia sekolah direkomendasikan untuk melanjutkan pendidikan di sekolah inklusi atau Sekolah Luar Biasa (SLB), menyesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak.
Warji menyebut, diskusi juga mengangkat permasalahan kapasitas SLB yang saat ini dinyatakan overload. Untuk jangka menengah dan panjang, pemerintah daerah didorong untuk mengambil langkah konkret, salah satunya dengan membangun SLB baru atau menambah ruang kelas yang ada.
Namun, kata dia, rencana relokasi SLB saat ini masih terkendala lahan. Dalam forum, disampaikan harapan agar Pemkab Berau dapat memfasilitasi penyediaan lahan seluas 5 hektare, guna mendirikan SLB baru yang lebih terfokus pada pendekatan vokasional dalam pembelajaran.
Isu lain yang tak kalah penting adalah keterbatasan guru pendamping di sekolah inklusi. Di tengah proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sejumlah sekolah inklusi belum memiliki guru pendamping yang memadai, sementara kuota di SLB pun terbatas.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap optimalisasi pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Menutup kegiatan, para peserta rapat menyepakati perlunya rapat lanjutan dengan melibatkan kepala dinas atau pejabat penentu kebijakan dari instansi terkait secara langsung, bukan hanya perwakilan.
Instansi yang diharapkan hadir di antaranya Bapelitbang, Dinas Pendidikan, Cabang Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, hingga BPJS.
Diharapkan, keterlibatan lintas sektor ini mampu merumuskan langkah konkret dan kebijakan terintegrasi dalam membangun sistem perlindungan anak yang lebih kuat dan berkelanjutan di Kabupaten Berau. (ADV)
Penulis: Wahyudi
Editor: Ikbal Nurkarim