TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Pemkab Berau melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) mulai mengadopsi pendekatan baru dalam pengelolaan sampah.
Salah satu terobosan yang saat ini diperkenalkan adalah pemasangan alat incinerator ramah lingkungan di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjung Batu.
Teknologi ini menjadi harapan baru dalam menangani persoalan sampah, terutama di wilayah kampung.
Incinerator tersebut mampu membakar hingga satu ton sampah per hari tanpa menggunakan bahan bakar minyak (BBM) maupun listrik.
Dalam kesempatannya, Kepala DLHK Berau, Mustakim Suharjana menjelaskan bahwa alat ini menggunakan sampah itu sendiri sebagai sumber energi untuk proses pembakaran.
Hal ini kata dia menjadi keunggulan utama yang diharapkan mampu menjawab tantangan pengelolaan sampah di daerah yang aksesnya masih terbatas.
“Alat ini tidak membutuhkan BBM ataupun listrik. Pembakarannya memanfaatkan material sampah yang mudah terbakar, sehingga bisa beroperasi secara mandiri,” jelas Mustakim.
Lebih lanjut, ia menerangkan bahwa incinerator ini dirancang untuk tidak menghasilkan asap berbahaya.
Gas yang dilepaskan dari proses pembakaran telah memenuhi standar baku mutu lingkungan, sehingga aman bagi udara sekitar.
Ia menyebut, teknologi ini juga dianggap sebagai solusi jangka panjang untuk mengurangi beban TPA, karena mampu menangani sampah langsung dari hulu, yakni di tingkat kampung.
Kendati demikian, DLHK pun menjadikan pemasangan incinerator di TPA Tanjung Batu sebagai proyek percontohan, dengan harapan bisa direplikasi di seluruh kampung di Berau, termasuk wilayah pesisir dan kepulauan seperti Pulau Derawan dan Maratua.
“Kami optimistis, jika tiap kampung memiliki alat ini, pengelolaan sampah akan jauh lebih efektif. Kampung pun bisa menganggarkannya melalui APBK masing-masing,” ungkapnya.
Mustakim memaparkan, untuk membangun satu unit incinerator beserta fasilitas penunjangnya memerlukan anggaran sekitar Rp 500 juta.
Operasionalnya pun cukup sederhana, hanya memerlukan tiga orang operator yang bertugas mengelola proses pembakaran.
Sebelum dimasukkan ke dalam alat, sampah terlebih dahulu harus dipilah. Sampah yang masih memiliki nilai ekonomis seperti plastik dapat dijual kembali, sedangkan residu yang tak dapat dimanfaatkan akan dibakar.
Abu hasil pembakaran pun tak dibuang percuma, melainkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran paving block.
“Ini merupakan bentuk pengelolaan sampah yang berorientasi pada sirkular ekonomi. Tidak ada yang benar-benar terbuang,” tuturnya.
Diakuinya, dalam waktu dekat, pihaknya akan mengundang seluruh kepala kampung dalam rangkaian peringatan Hari Lingkungan Hidup.
Dalam kesempatan itu, DLHK akan melakukan sosialisasi penggunaan incinerator sebagai langkah strategis menuju pengelolaan sampah yang lebih mandiri dan ramah lingkungan.
“Masalah sampah terlalu besar kalau hanya dibebankan pada DLHK saja. Peran aktif kampung sangat dibutuhkan. Karena itu kami akan terus dorong agar kampung bisa mandiri dalam menangani sampahnya,” kuncinya. (*/)
Penulis: Wahyudi
Editor: Ikbal Nurkarim