TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Pemkab Berau kembali menyoroti pentingnya perencanaan tata ruang berbasis kebutuhan riil masyarakat.
Hal ini mengemuka dalam Workshop Penyampaian Draf Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kampung Tabalar Muara yang digelar di Ruang Sangalaki, Kantor Bupati Berau, Senin (26/5/25).
Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya menyusun tata ruang kampung yang tidak hanya mempertimbangkan aspek pembangunan fisik, tetapi juga konflik agraria, kepemilikan lahan, dan keberlanjutan lingkungan.
Asisten I Setkab Berau, M Hendratno, yang mewakili Sekda Berau, menekankan bahwa perencanaan tata ruang tidak bisa dilakukan secara terpisah antar sektor.
Koordinasi yang lemah selama ini dinilai menjadi penyebab ketidakefektifan berbagai program pembangunan.
“Banyak program pembangunan berjalan tumpang tindih karena tidak ada sinkronisasi antar instansi. Padahal, tata ruang yang jelas bisa jadi pijakan utama dalam menyatukan arah kebijakan,” ungkap Hendratno.
Lanjutnya, isu konflik lahan juga mencuat dalam diskusi tersebut.
Berbagai klaim kepemilikan, dokumen yang tumpang tindih, hingga keterlibatan kawasan hutan dalam aktivitas ekonomi masyarakat menjadi persoalan yang tak kunjung tuntas.
“Kalau tidak ada kejelasan soal status tanah, siapa pun bisa klaim. Maka pendekatan dialog dan mediasi penting agar tidak semua masalah diselesaikan lewat konflik terbuka,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya pendekatan zonasi dan pengelolaan lahan berbasis data, agar potensi sumber daya alam yang ada tidak habis sebelum memberi manfaat maksimal bagi masyarakat.
“Kita butuh sistem yang bisa menjaga keseimbangan: sumber daya alam dimanfaatkan, masyarakat sejahtera, dan lingkungan tetap terjaga,” jelasnya.
Ia menyebut, para peserta juga sempat menyuarakan tantangan di lapangan.
Salah satunya adalah masih minimnya pemahaman masyarakat tentang batas kawasan hutan dan aturan tata ruang yang berlaku.
“Banyak warga buka lahan karena dorongan ekonomi, bukan karena niat melanggar aturan. Tapi mereka butuh kejelasan, batas mana yang boleh dan tidak,” katanya.
Ia juga menyoroti pentingnya insentif dan regulasi yang berpihak pada masyarakat lokal, terutama mereka yang menggantungkan hidup dari sektor pertanian dan perikanan.
“Kalau hanya dilarang tanpa solusi, konflik akan terus terjadi. Harus ada model tata kelola lahan yang memberikan akses legal, tapi tetap memperhatikan kelestarian lingkungan,” tuturnya.
Hendratno berharap rangkaian diskusi ini dapat menjadi dasar penyusunan dokumen tata ruang Tabalar Muara yang lebih kontekstual, adil, dan menjawab tantangan lapangan.
“Kita menargetkan agar proses perencanaan ini menghasilkan kebijakan yang tidak hanya administratif, tapi berdampak langsung bagi masyarakat,” kuncinya. (*/)
Penulis: Wahyudi
Editor: Dedy Warseto