TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Polres Berau kembali menyoroti maraknya kasus kekerasan seksual terhadap anak, terutama yang dilakukan oleh orang terdekat seperti ayah tiri.
Kasus-kasus ini dinilai tidak hanya mengancam masa depan korban, tetapi juga mencerminkan lemahnya peran lingkungan sosial dan keluarga dalam memberikan perlindungan.
Kepala Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Berau, Iptu Siswanto, menyebut bahwa sebagian besar kasus terjadi karena faktor lingkungan yang tidak sehat dan lemahnya komunikasi dalam keluarga.
“Banyak kasus berawal dari kondisi lingkungan yang kurang kondusif dan rendahnya kualitas sumber daya manusia,” ungkapnya.
“Salah satu motif yang kerap muncul adalah saat pelaku merasa tidak terpenuhi secara emosional maupun seksual dalam hubungan rumah tangga, sehingga melampiaskan hasratnya kepada anak tiri,” sambungnya.
Ia menjelaskan bahwa sebagian besar kejadian terjadi di kawasan pinggiran kota, di mana kontrol sosial dan pengawasan masyarakat masih minim.
“Lingkungan sosial yang sempit membuat pelaku lebih mudah menjalin kedekatan dengan korban. Ketika sudah merasa nyaman, risiko terjadinya kekerasan seksual pun meningkat,” ujarnya.
Siswanto menuturkan, anak korban kekerasan seksual biasanya menunjukkan perubahan perilaku yang signifikan. Anak yang sebelumnya aktif dan ceria bisa berubah menjadi murung, menarik diri, bahkan menunjukkan tanda-tanda depresi ringan.
“Ini harus menjadi perhatian orang tua dan guru. Jika ada perubahan perilaku drastis, jangan dianggap sepele. Itu bisa jadi sinyal adanya masalah serius, termasuk kekerasan seksual,” tegasnya.
Dalam upaya pencegahan, Unit PPA Polres Berau secara rutin melakukan sosialisasi dan edukasi di sekolah-sekolah, terutama di tingkat SMP dan SMA.
Menurutnya, masa pubertas yang dialami siswa SMP menjadi periode paling rentan dan krusial untuk diberikan pemahaman seputar seksualitas dan perlindungan diri.
“Memang masih banyak yang menganggap pembahasan tentang seksualitas adalah hal tabu. Tapi kita tidak bisa menutup mata. Edukasi seksual yang sehat justru menjadi benteng utama untuk mencegah kekerasan,” katanya.
Siswanto juga mengajak seluruh siswa agar berani terbuka kepada orang tua, terutama ibu, apabila mengalami tindakan yang tidak pantas. Selain itu, ia berharap guru di sekolah dapat mengambil peran aktif dalam mendampingi dan memberikan pemahaman kepada anak-anak.
“Peran guru sangat penting dalam menanamkan kesadaran kepada siswa untuk menjaga diri dan memahami batasan dalam pergaulan. Kami berharap sinergi antara pihak sekolah, keluarga, dan aparat kepolisian bisa menjadi tameng kuat untuk melindungi anak-anak kita dari kekerasan seksual,” kuncinya. (*/)
Penulis: Wahyudi
Editor: Dedy Warseto