TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Dalam rangka memperingati Hari Tari Dunia 2025, komunitas seni Tepian Kolektif bersama Ruang Perupa Berau dan Hid’Art Project menggelar rangkaian kegiatan bertajuk “Sidik Sidayang: Tubuh yang Mengingat, Dari Guru ke Generasi” pada 28–29 April 2025.
Kegiatan ini tidak sekadar menjadi perayaan tahunan, melainkan ruang penghormatan dan pembelajaran terhadap sosok guru tari dan pelestari seni Jappin, Adji Rasman.
Lewat Sidik Sidayang, penyelenggara ingin menekankan bahwa tari bukan sekadar ekspresi estetika, tapi juga narasi yang merekam sejarah, nilai-nilai budaya, dan semangat keberlanjutan komunitas.
“Melalui tubuh, kita merekam pengetahuan, meneruskan cerita, dan menjaga warisan budaya agar tetap hidup di tengah perubahan zaman,” ujar Melynda Adriani, perwakilan Tepian Kolektif.
Kegiatan berlangsung di dua lokasi ikonik di Berau. Hari pertama (28/4/25) digelar Lokakarya Jappin Sidayang di Museum Batiwakkal, Gunung Tabur.
Lokakarya ini bersifat tertutup dan diikuti oleh pengajar serta praktisi tari dari berbagai komunitas seni. Tujuannya, agar mereka dapat memahami dan mengajarkan kembali tari Jappin Sidayang secara kontekstual dan berkelanjutan.
Hari kedua (29/4/25) dilanjutkan dengan Malam Sidik Sidayang di Pour Cafe, menampilkan peluncuran zine dan modul ajar tari Jappin Sidayang, pemutaran film dokumenter, serta penghargaan untuk Adji Rasman atas dedikasinya dalam merawat dan menyebarluaskan seni Jappin.
“Ini bentuk apresiasi kami kepada Pak Adji yang sudah menjaga seni ini dengan penuh cinta. Beliau tidak hanya mengajarkan gerak, tapi juga menanamkan makna di balik setiap langkahnya,” ucapnya.
Menurutnya, kegiatan ini juga menjadi ruang regenerasi, tempat berbagi pengetahuan antar generasi, sekaligus mendorong kolaborasi antar pelaku seni di Berau.
Melalui pertemuan ini, mereka berharap Jappin Sidayang bisa terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat yang terus berubah.
Selain itu, Tepian Kolektif dikenal sebagai komunitas yang aktif dalam kerja pengarsipan dan praktik seni budaya berbasis multidisiplin di Berau. Sementara Ruang Perupa Berau dan Hid’Art Project berperan sebagai mitra kreatif yang membuka ruang bagi kolaborasi visual dan interpretasi seni lintas medium.
“Sidik Sidayang adalah pengingat bahwa tradisi bukan sesuatu yang beku. Ia bisa berkembang, menyesuaikan, dan tetap bermakna jika dirawat bersama,” kuncinya. (*/)
Penulis: Wahyudi
Editor: Dedy Warseto