TANJUNG REDEB, PORTALBERAU – Lanjutan persidangan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPKada) Berau yang masuk ke dalam pembuktian. Sehingga, Pemohon dan Pihak Terkait menghadirkan saksi ahli masing-masing pada Kamis (13/2/25).
Pada persidangan pihak Pemohon menghadirkan 2 saksi ahli dan 2 saksi fakta. Saksi ahli tersebut ialah Khairul Fahmi Akademisi Universitas Andalas dan Zulkifli Aspan yakni Akademisi Universitas Hasanuddin (UNHAS).
Sementara itu, untuk Pihak Terkait yang menghadirkan Aswanto yang merupakan mantan Hakim MK dan saat ini merupakan Akademisi UNHAS.
Saat persidangan saksi ahli Pemohon pertama, Khairul Fahmi, mengatakan bahwa frasa dalam Pasal 71 ayat 2 Undang-undang Pilkada tahun 2016 yakni tanpa persetujuan menteri pejabat tidak diperkenankan menggantikan atau rotasi jabatan.
“Maka definisi izin dan persetujuan sama. Maka dengan, ini dali yang didalilkan Pemohon beralasan hukum,” jelasnya.
Kemudian, saksi ahli pemohon selanjutnya, Zulkifli Aspan, menyampaikan bahwa norma ini menjadi peringatan awal bagi para penyelenggara negara yang akan kembali bertarung dalam Pilkada 2024 lalu.
“Norma ini diatur untuk dilaksanakan dengan baik dengan penyelenggara,” terangnya.
Dilanjutkannya, sengketa Pilkada bukan hanya bicara angka. Namun juga, memastikan apakah Pilkada berjalan sesuai Konstitusi atau tidak.
Mutasi atau rotasi pejabat akan selalu menyisahkan permasalahan hukum. Maka Kemendagri, hanya akan menyetujui jabatan yang kosong dan dipastikan tidak akan berimplikasi terhadap Pilkada tahun 2024.
“Sementara itu, langkah hukum pejabat yang berwenang dalam perkara ini dilaksanakan sebelum adanya persetujuan dari Kemendagri,” jelasnya.
Zulkifli Aspan, pun menambahkan, pergantian harus dari awal mendapatkan persetujuan dari menteri berdasarkan surat edaran menteri. Sehingga, ia menegaskan bahwa mereka yang melakukan rotasi atau mutasi harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu bukan direkomendasikan.
“Maka dari itu, seharusnya Bawaslu Berau merekomendasikan Calon Petahana untuk didiskualifikasi,” tutupnya.
Selanjutnya, saksi ahli Pihak Terkait, Aswanto, menegaskan bahwa norma dalam 71 ayat 2 adalah tidak mutlak, karena masih mungkin untuk disimpangi.
“Hal itu karena masih bisa dilaksanakan ketika adanya surat persetujuan Kemendagri yang keluar dengan mekanisme sedemikian rupa,” jelasnya.
Kemudian, secara subtantif bukan mutasinya yang menjadi sebuah pelanggaran. Akan tetapi, pencegahan mobilisasi dengan adanya mutasi itu.
Sementara, menurutnya untuk mutasi atau rotasi jabatan yang berada dalam Pilkada Berau tahun 2024 trlah mengantongi izin dari Kemendagri.
“Karena ini bukan kepentingan Pilkada, makanya mutasi atau rotasi ini mendapatkan izin oleh Kemendagri,” tegasnya.
Ia pun, menambahkan bahwa pada peraturan pasal tersebut di poin 2, terdapat Bawaslu sebagai lembaga yang memiliki kewenangan dalam melakukan penindakan pelanggaran.
“Pada proses tersebut tidaklah terbukti maka hal tersebutlah yang harus di percayai,” kuncinya. (*/)
Penulis: Muhammad Izzatullah
Editor: Dedy Warseto