TANJUNG REDEB, PORTALBERAU – Tanah ulayat masih menjadi baguan dari bidang pertanahan di Indonesia.
Pengaturan dari pengakuan tanah ulayat pada masa kini ada mengacu beberapa regulasi dari Pemerintah Pusat melalui kementerian termasuk dengan untuk penerapan di Kabupaten Berau.
Kepala Kantor ATR BPN Berau, Jhon Palapa menyatakan bahwa pengakuan tanah ulayat itu berfokus terhadap regulasi Kementrian ATR/BPN yaitu pertama UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
“Kemudian ada PP Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak AtasTanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah,” ucapnya belum lama ini.
Selanjutnya, terdapat Peraturan Menteri (Permen) ATR/Kepala BPN Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah tentang Tanah.
Terdapat pula, Permen ATR/Kepala BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi dan Pendaftaran Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
Secara rinci sambung dia jika mengacu peraturan menteri ATR/BPN Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Administrasi dan Pendaftaran Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat hal tersebut tertuang pasal 1 ayat 1.
Sebab dirinya menilai dengan memberikan suatu terobosan hukum baru yang penting untuk dieksplorasi agar proses pengadministrasian.
Bahkan pendaftaran tanah ulayat Masyarakat hukum adat dapat berjalan lebih efektif guna mewujudkan keadilan dan kesatuan bangsa.
Menurut hukum adat dipunyai hak ulayat adalah kewenangan yang oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan para warganya.
“Tujuannya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut,” bebernya.
Begitu pun masyarakat adat punya hak bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun.
“Dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan,” tuturnya.
Selain itu ada pengecualian penerapan permen ATR BPN 14/2024 yang harus dipahami masyarakat hukum adat.
Pelaksanaan Hak Ulayat oleh masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak dilakukan dalam hal bidang tanah sepert sudah dipunyai oleh perseorangan atau badan hukum dengan sesuatu hak atas tanah HPL, HM, H G U, H G B , HP, HM Sarusun.
Lebih lanjut sambung dia merupakan bidang tanah yang telah digunakan sebagai fasilitas umum fasilitas sosial.
“Merupakan bidang tanah yang sudah diperoleh atau dibebaskan oleh instansi pemerintah, badan hukum atau perseorangan sesuai ketentuan dan tata cara yang berlaku,” imbuhnya.
Begitu pun kata dia ada juga soal tanah Swapraja dan tanah bekas Swapraja yang telah dihapuskan oleh Ketentuan Konversi.
“Kebijakan tersebut ada dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,” kuncinya. (*)
Penulis : Muhammad Izzatullah
Editor : Ikbal Nurkarim