TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Di Kabupaten Berau, Kecamatan Gunung Tabur, Kampung Tasuk kini telah berdiri sebuah klinik dan pusat rehabilitasi orangutan.
Klinik yang dibangun di lahan seluas 12 hektare persegi itu dikelola oleh Centre for Orangutan Protection (COP) atau Pusat Perlindungan Orangutan.
Koordinator Medis COP, Miftachul Hanifah mengatakan, saat ini, klinik tersebut merawat 15 individu orangutan, terdiri dari empat orangutan dewasa dan 11 anak-anak.
Mereka dirawat oleh tenaga medis profesional dan terlatih. Adapun fasilitas klinik mencakup ruang operasi, kandang pemeliharaan, mess karyawan, dan rumah bayi khusus untuk anak-anak orangutan.
“Klinik ini merupakan tempat penanganan bagi orangutan yang baru diselamatkan atau baru dievakuasi baik dari alam liar maupun pemeliharaan secara ilegal yang sudah semestinya harus melalui karantina terlebih dahulu,” ungkapnya.
Lanjutnya, sebelum dilakukan penanganan secara intensif, primata dengan nama ilmiah Pongo itu harus melalui serangkaian pemeriksaan mulai medical check up (MCU) hingga screening atau deteksi potensi gangguan penyakit terlebih dulu, sehingga dapat diketahui penanganan medis seperti apa yang harus dilakukan.
Dirinya menyebut, standar operasional prosedur (SOP) itu harus dilakukan secara seksama agar orangutan yang ada dapat kembali sehat secara sempurna sebelum dikirim ke sekolah orangutan di Kecamatan Kelay hingga ke fase pelepasliaran.
“Selama ini, kebanyakan kasus yang didapat adalah luka terbuka dan patah tulang dan khusus untuk patah tulang ini kami mendatangkan dokter hewan yang ahli di bidang tersebut untuk membantu amputasi,” paparnya.
Kendati demikian, beda halnya dengan orangutan yang disita dari tindakan pemeliharaan secara ilegal, penyakit yang diderita kebanyakan hampir sama dengan yang diderita oleh manusia.
Seperti malaria dan penyakit pernafasan berupa asma dan infeksi saluran pernapasan (ISPA).
Diakuinya, potensi penularan dari manusia ke hewan atau sebaliknya (zoonosis) oleh orangutan itu tidak dapat dipungkiri sebab DNA yang dimiliki persentasenya hampir mirip dengan manusia sebesar 97,8 persen.
“Jadi ketika orangutan itu dievakuasi berlatar belakang dulunya merupakan peliharaan maka biasanya penyakitnya hampir sama dengan manusia, oleh karena itu tindakan memelihara satwa liar dilindungi adalah perbuatan yang sangat dilarang,” bebernya.
Ditemui terpisah, Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Berau, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Muhammad Ilyas mengatakan, fasilitas klinik dan karantina orangutan di Kampung Tasuk telah memadai, sebagai upaya pelestarian dan penyelamatan orangutan.
Menurutnya, fasilitas yang ada tersebut perlu dilakukan pengembangan untuk melengkapi segala hal yang dinilai masih kurang, sesuai dengan kebutuhan.
Diantaranya yang belum tersedia adalah dokter spesialis mata dan ortopedi yang menangani hal yang berkaitan dengan tulang, otot dan sendi.
Namun, dirinya menggaris bawahi jika klinik yang ada masih khusus diperuntukkan untuk penanganan orangutan.
Tapi tidak menutup kemungkinan primata lain juga dapat tertangani apabila memang ditemukan adanya kasus.
“Harapannya dapat lebih memadai dan berkembang sesuai dengan kasus-kasus yang dihadapi orangutan di Kabupaten Berau,” pungkasnya.
Penulis : Wahyudi
Editor : Ikbal Nurkarim