TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Berau bak fenomena gunung es. Tampak kecil di permukaan, namun nyatanya begitu luas di kedalaman.
Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Berau, hingga April 2024, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat dibanding periode sebelumnya.
Ada 37 kasus yang terdiri dari 13 kasus kekerasan terhadap perempuan serta 24 kasus kekerasan terhadap anak, yang menjadi tugas rumah DPPKBP3A selama beberapa bulan terakhir.
Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa Kecamatan Tanjung Redeb merupakan wilayah paling banyak menyumbang kasus. Tercatat ada 8 kasus kekerasan terhadap perempuan dan 8 kasus kekerasan terhadap anak terjadi di wilayah perkotaan ini.
Lalu kemudian disusul Teluk Bayur dan Pulau Derawan dengan masing-masing total kekerasan terhadap anak sebanyak 5 kasus. Sisanya terdapat di Kecamatan Batu Putih, Gunung Tabur, Kelay, Sambaliung, Segah, Tabalar, Talisayan dan Luar Kabupaten.
Jumlah itu diperkirakan akan meningkat hingga periode Desember 2024 mendatang. Kemungkinan, jumlahnya akan lebih besar dari tahun 2023, yang mencatat ada 84 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak sepanjang tahun tersebut.Sekretaris DPPKBP3A, Halijah mengatakan jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Bumi Batiwakkal meningkat tajam dari tahun-tahun sebelumnya.
Hal itu dipengaruhi oleh program sosialisasi yang dilakukan melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) serta Penyuluh Keluarga Berencana (PKB),di tingkat kecamatan dan kampung.
Sosialisasi tersebut bertujuan untuk memberi edukasi agar para korban kekerasan, baik perempuan dan anak tidak takut untuk melaporkan tindak kekerasan yang mereka alami.
Menurutnya, selama ini masyarakat menganggap tindak kekerasan merupakan sebuah aib yang harus ditutup rapat. Padahal, langkah menyembunyikan kasus kekerasan bukanlah jalan yang benar untuk memutus rantai kejahatan tersebut. Justru hal itu akan menimbulkan traumatis serta potensi kekerasan yang lebih parah lagi di kemudian hari.
“Selama ini kami lakukan sosialisasi, bahkan sampai ke kampung-kampung. Setelah diberikan pemahaman, masyarakat sadar bahwa kekerasan harus dilaporkan. Akhirnya, mereka yang selama ini takut dan diam, kemudian berani melaporkan yang mereka alami. Itu kemudian kenapa jumlah kasus di tahun ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya,” bebernya, usai menghadiri kegiatan pemilihan Duta Generasi Berencana (Genre) Berau 2024, di Balai Mufakat, Sabtu (1/6/2024).
Mantan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, ini juga menjelaskan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi karena beragam faktor pemantik.
Seperti kurangnya pendidikan norma dan agama pada sebuah lingkar keluarga, hingga persoalan ekonomi yang cukup banyak hadir sebagai motif tindak kekerasan.
“Banyak faktor yang mempengaruhi kekerasan terjadi. Bisa faktor ekonomi, bisa pula faktor kurangnya kesadaran dalam diri untuk menjaga anggota keluarganya sendiri. Terutama bagi perempuan yang bekerja di luar, sangat rawan terjadi kekerasan fisik mau pun seksual terhadap dirinya hingga anaknya. Itu salah satu contoh faktor ekonomi,” jelasnya.
Halijah mengatakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Berau akan terus menjadi fokus perhatian pihaknya. Terlebih, Berau telah naik status menjadi Kabupaten Layak Anak (KLA) dengan kategori Madya di tahun 2023 lalu, yang sebelumnya berada di tingkat Pratama selama tujuh tahun.
Selain program sosialisasi, DPPKBP3A juga akan terus melakukan pendampingan terhadap para korban kekerasan, terutama terkait kondisi psikologis korban agar tidak mengalami trauma berkepanjangan.
“Kami juga punya rumah aman, di sana para korban kekerasan mendapat pendampingan psikologis. Semoga dengan gerakan sosialisasi berkesinambungan yang kami lakukan, semua kasus kekerasan perempuan dan anak dapat terkuak dan para korban bisa mendapat perlindungan serta keadilan,” harapnya.
Baru-baru ini, kasus kekerasan seksual terhadap anak kembali terjadi. Seorang pria berusia 50 tahun diringkus polisi atas dugaan pencabulan anak di bawah umur. Peristiwa tersebut terjadi di Kantor PDAM Talisayan, Kecamatan Talisayan, pada Maret dan April 2024 lalu.
Aksi bejatnya itu terbongkar setelah korban memberanikan diri bercerita pada sang ibu melalui pesan singkat WhatsApp pada Sabtu (25/5/2024) malam.
Dalam pesannya, korban mengaku telah dilecehkan oleh ayah tirinya.
Mendengar pengakuan tersebut, sang ibu langsung mengkonfirmasi pada suaminya. Tak disangka, pelaku mengakui telah melakukan perbuatan tercela tersebut.
Dia bahkan membeberkan telah menyetubuhi korban sebanyak empat kali. Murka dengan pengakuan suaminya, sang ibu langsung melaporkan kejadian tersebut ke Mapolsek Talisayan pada 26 Mei 2024. (mrt)
Editor: Dedy Warseto