TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Pendidikan inklusif menjadi jalan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) untuk memiliki potensi sama dengan siswa sekolah reguler.
Salah satu sekolah negeri yang menjalankan pendidikan inklusif di Kabupaten Berau ialah SMPN 4 Tanjung Redeb.
Dengan dasar Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa, SMPN 4 Tanjung Redeb memaksimalkan dua orang guru inklusi yang mereka miliki, untuk mengajar kurang lebih 15 siswa inklusi.
Hal itu beberkan Wakil Kepala Sekolah SMPN 4 Tanjung Redeb, Darmanto saat ditemui Portal Berau Online, di ruang kerjanya, Senin (22/1/2024).
“Kurang lebih sudah tiga tahun berjalan pendidikan inklusif ini. Ada dua tenaga pengajar yang sudah tersertifikasi sesuai pendidikan khusus yang mereka miliki,” ungkapnya.
Penerimaan siswa inklusi, dijelaskan Darmanto, sama seperti penerimaan siswa reguler lainnya, yakni melalui online dan serangkaian tes. Namun, yang membedakan ialah tes IQ yang dilakukan tenaga pendidik inklusif di sekolah tersebut.
“Penerimaan secara online, tapi tetap ada pra. Jadi tetap melibatkan orangtua dalam prosesnya,” ujarnya.
Selama pendidikan inklusif diterapkan di sekolah tersebut, lanjutnya cukup banyak yang mendaftar, namun karena berbagai keterbatasan yang dimiliki SMPN 4 Tanjung Redeb, penerimaan siswa inklusi sangat dibatasi.
“Yang bikin bingung, peserta setiap tahun cukup banyak. Tapi kami tidak bisa menerima semua karena keterbatasan tenaga pendidik,” imbuhnya.
Meski berkebutuhan khusus, namun seluruh siswa inklusi yang belajar di SMP tersebut tidak dibedakan dengan siswa reguler lainnya. Hal itu dikatakan Darmanto sebagai upaya untuk menumbuhkan rasa percaya diri serta melatih sosialisasi siswa inklusi dengan siswa reguler lainnya.
“Jadi walaupun secara IQ mereka terbatas tapi untuk kegiatan lain seperti olahraga, lomba dan kegiatan lain yang dilaksanakan di sekolah, mereka tetap mengikuti seperti siswa reguler lainnya. Bahkan dari hasil pemantauan kami, ada beberapa siswa inklusi yang memiliki kemampuan sama dengan siswa reguler. Kalau kita melihat para siswa inklusi ini tidak ada bedanya dengan siswa lain, hanya saja ada beberapa hal yang mereka harus lebih ekstra dibimbingnya, itu saja yang membedakannya,” ucapnya.
Para siswa inklusi, dikatakannya sewaktu-waktu dapat mengikuti pelajaran bersama siswa reguler dalam satu kelas yang sama. Selain menjadi sarana menumbuhkan kepercayaan diri, hal itu juga dinilai akan dapat menjadi jalan bagi siswa inklusi untuk lebih cepat menerima pelajaran yang sama dengan siswa reguler.
Sekolah yang terletak di Jalan Ramania tersebut, kini memiliki ruang belajar khusus inklusif yang dibangun Pemkab Berau melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Berau. Namun hingga saat ini bangunan tersebut belum diserahterimakan.
“Pemkab juga tidak menganaktirikan siswa inklusi, buktinya di sekolah kami sudah dibangunkan ruangan khusus inklusif juga. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada Pemkab Berau untuk hal ini,” sambungnya.
Darmanto pun berharap kepada seluruh orangtua yang memiliki ABK untuk tidak malu menyekolahkan anak mereka di sekolah umum melalui pendidikan inklusif. Sebab menurutnya, keterbatasan yang dimiliki siswa inklusi tidak akan menghambat para siswa untuk memiliki hak pendidikan yang sama dengan siswa reguler lainnya.
“Semua punya keterbatasan, begitu juga dengan kami dan yang lain-lain di sekolah ini. Tidak ada manusia yang tidak punya kekurangan. Sehingga saya ingin masyarakat khususnya para orangtua yang punya ABK, untuk tidak malu dan mencoba membuka jalan bagi anak-anaknya untuk bersekolah di sekolah umum. Walaupun ada sedikit perbedaan dalam proses pembelajarannya, namun siswa inklusi juga banyak yang patut diapresiasi kemampuannya di tengah siswa reguler,” tutupnya. (Mrt/Ded)