LIPUTAN KHUSUS (2)
“Selama ini distribusi elpiji tiga kilogram masih banyak yang meleset dari bidikan. Meski sudah jelas peruntukannya, namun tidak sedikit masyarakat tergolong berada, yang masih saja menggunakan gas melon untuk kebutuhan dapurnya. Padahal, di tabung gas berwarna hijau itu jelas-jelas tertulis HANYA UNTUK MASYARAKAT MISKIN”
MARTA, TANJUNG REDEB
Masyarakat miskin seringkali dibuat bengong karena gas melon. Kalau situasi sedang waras, barang ini sangat mudah ditemukan di warung-warung maupun toko kelontongan. Tapi kalau situasi sedang menggila, jangankan membeli, melihat bayangan tabung gas melon saja untung-untungan.
Namun sejak 1 Januari 2024, pemerintah daerah melalui Diskoperindag Berau bakal mengawasi distribusi gas melon dari tingkat teratas hingga mencapai konsumen. Pola pendistribusian gas melon dimulai dari tingkat agen, yang kemudian disalurkan ke tingkat pangkalan. Kalau sebelumnya, tingkat pangkalan diteruskan ke tingkat pengecer, kali ini berhenti di pangkalan saja.
Dilansir dari laman MyPertamina, transformasi pendistribusian tersebut telah disosialisasikan pemerintah bersama Pertamina sebanyak lima kali, sejak 6 Maret hingga 3 Juli 2023, di 411 kabupaten/kota yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi hingga Kalimantan.
Sejak perubahan tersebut, pembelian gas melon pun diwajibkan menggunakan data administrasi kependudukan, yaitu KTP dan KK. Adapun bagi masyarakat yang belum mengetahui apakah telah terdaftar sebagai penerima subsidi, sebaiknya melakukan pengecekan data melalui website ‘Subsidi Tepat LPG’, di pangkalan elpiji setempat. Jika belum terdaftar, maka petugas pangkalan yang akan melakukan registrasi lewat laman ‘Subsidi Tepat LPG Pangkalan’.
Jika telah terdaftar, pembelian gas melon bisa langsung dilakukan di pangkalan dengan menunjukkan identitas diri dan disesuaikan dengan data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE).
Untuk pembelian melalui pengkalan, bagi pengguna rumah tangga akan diberikan kuota sebanyak 5 tabung per bulan, sementara untuk UMKM maksimal 8 tabung per bulan.
Di Kabupaten Berau sendiri terdapat enam agen penyalur gas melon, diantaranya Koperasi Pegawai Negeri Bhakti Husada, PT Gunung Padai, PT Prima Karya Jaya, PT Samba Jaya Abadi, PT Segah Prima Gas dan PT Semoga Anugrah Jaya. Sementara jumlah pangkalan terhitung ratusan dan tersebar di setiap kecamatan.
Selain itu, pemerintah juga telah mengultimatum para pengecer. Sejak diberlakukan subsidi tertutup, pangkalan ‘diharamkan’ untuk mendistribusikan gas melon ke tingkat pengecer. Apabila ketahuan melanggar aturan, operasional pangkalan akan dihentikan. Pertamina tidak segan-segan memberikan sanksi kepada agen maupun pangkalan yang ‘berkhianat’.
“Jadi Pertamina dan pemerintah menginginkan subsidi gas melon ini bisa berjalan tepat sasaran, sehingga pembelian pun sekarang diperketat dengan permintaan data administrasi. Harapannya agar ke depan tidak ada lagi terjadi kelangkaan gas melon akibat dipergunakan orang-orang yang tidak berhak membeli. Pengecer juga tidak lagi bisa mempermainkan harga,” lanjut Kamaruddin, Kepala Bagian Perekonomian Sekretariat Kabupaten Berau.
Meski demikian keinginan dan harapan melalui berbagai upaya penataan pendistribusian tepat sasaran, di sisi lain menumpuk sejumlah PR dan pertanyaan. Diantaranya, dari empat kategori penerima subsidi, masih banyak masyarakat yang bertanya-tanya, seperti apa kategori rumah tangga yang bisa di ‘back up’ oleh subsidi pemerintah ini. Apakah mereka yang menerima gaji setara UMK atau di bawahnya? Semua belum terjawab pasti. Belum ada klasifikasi khusus yang menjadi patokan untuk masyarakat khususnya untuk kategori rumah tangga.
Klasifikasi rumah tangga penerima gas bersubsidi nampaknya juga perlu diperjelas dalam sebuah regulasi turunan. Pasalnya, rumah tangga pun terdiri dari berbagai tingkatan ekonomi. Mereka yang mempunyai penghasilan di atas UMK maupun di bawah UMK, sama-sama disebut rumah tangga.
“Kalau dibilang rumah tangga, semua juga berhak menerima. Tapi apakah dari pemerintah atau Pertamina, punya standar khusus untuk mengatakan bahwa rumah tangga ini berhak atau tidak berhak membeli gas melon bersubsidi. Karena saya sendiri masih sering menemukan orang-orang yang terbilang mampu dengan penghasilan cukup besar, masih juga menggunakan elpiji bersubsidi. Jadi saya bingung, standar tidak mampu yang diterima itu seperti apa?,” ucap seorang warga, Maya, saat ikut mengntre gas elpiji di GOR Pemuda, beberapa waktu lalu.
Beberapa warga menilai penerapan subsidi tertutup sangat positif, namun beberapa diantaranya justru mempertanyakan apakah hal ini bisa berjalan efektif dan solutif untuk mengentaskan masalah klasik gas melon. (Bersambung)
Sumber Foto: Katadata