TANJUNG REDEB, PORTALBERAU- Yayasan WWF Indonesia melaksanakan Lokakarya Pemaparan Hasil Pelaksanaan Proyek Ocean Governance kepada para pemangku kepentingan terkait dan masyarakat luas, Selasa (5/12/2023), di Ballroom Hotel Bumi Segah.
Dalam rangka mendukung upaya pemulihan ekosistem terumbu karang di Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan, WWF bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, Pemerintah Daerah Kabupaten Berau, dan didukung oleh masyarakat lokal, melakukan rehabilitasi terumbu karang dengan metode rock pile melalui inisiatif proyek Ocean Governance yang didukung oleh Uni Eropa.
Proyek tersebut telah dilaksanakan sejak Januari 2021 hingga Desember 2023 di Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan. Proyek ini menjadi salah satu upaya peningkatan pengelolaan kawasan konservasi melalui program rehabilitasi terumbu karang dengan metode rock pile, perlindungan spesies laut terancam punah, pariwisata bahari bertanggungjawab, dan perikanan berkelanjutan.
Beberapa pembicara hadir dalam acara ini di antaranya, dari Direktorat Jendral Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut, Sukendi Darmansyah , dan Sub Koordinator Konservasi Kelautan dan Perikanan Bidang Pengelolaan Ruang Laut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur, Yuliana Nidyasari, serta Dinas Pariwisata Kabupaten Berau.
Selain itu, hadir pula perwakilan dari tim pengelola lokasi rehabilitasi terumbu karang di Pulau Derawan, dan Erwiantono dari Universitas Mulawarman.
Sub Koordinator Konservasi Kelautan dan Perikanan Bidang Pengelolaan Ruang Laut Dinas Kelautan Kaltim, Yuliana Nidyasari mengungkapkan berdasarkan dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Kalimantan Timur, dari hasil total luasan tutupan terumbu karang, 22,86% luasan yang teramati masuk dalam kategori sangat baik, 28,50% dalam kategori baik dan 33,58% dalam kategori buruk.
Untuk kawasan Kepulauan Derawan dan Perairan Sekitarnya (KDPS) memiliki area terumbu karang dalam kategori baik sebesar 30%. Luasan tutupan terumbu karang yang ada saat ini dikhawatirkan akan terus menurun apabila kurangnya pihak yang peduli terhadap keberlangsungan hidup ekosistem terumbu karang, salah satunya melalui program rehabilitasi.
“Program rehabilitasi terumbu karang yang sudah dilakukan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur bersama WWF-Indonesia dan mitra lainnya, sudah sejalan dengan tujuan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ada dua strategi yang menjadi rekomendasi dalam pengelolaan kawasan konservasi ini, yaitu saling berkolaborasi dan bertanggung jawab. Strategi ini juga kami harap agar dapat dilakukan, baik dari pemerintah pusat hingga pemerintah lokal,” katanya.
Didukung oleh kelompok masyarakat lokal, seperti Pokdarwis Sumping Nusa dan Asosiasi Guide Snorkeling Derawan (AGSD), Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur dan Yayasan WWF Indonesia telah melakukan pemantauan di lokasi rehabilitasi terumbu karang sebanyak empat kali, yaitu pada bulan Januari, Mei, September dan November 2023 menunjukkan adanya koloni karang yang menempel pada struktur rock pile.
Sejak diturunkannya batu-batu kapur atau rockpile tersebut pada Juli 2022, saat ini pertumbuhan rekrutmen karang paling signifikan terlihat pada pemantauan di bulan Mei hingga November 2023.
Rata-rata rekrutmen karang pada unit rock pile pada bulan Mei adalah sebanyak 6,83 koloni yang menempel pada setiap meter persegi (koloni/m2) dan pada bulan November adalah sebanyak 32,26 koloni, dengan rata-rata pertumbuhan koloni karang sebanyak 13,72 setiap meter perseginya.
Sedangkan pada unit kontrol, pertumbuhan rekrutmen karang cenderung konstan pada setiap bulan pemantauan. Dimana, pada bulan Januari hingga November 2023, rata-rata pertumbuhan rekrutmen karang hanya sebesar 0,77 koloni setiap meter perseginya. Hal ini menunjukkan bahwa rock pile berperan secara efektif sebagai media alami menempelnya planula karang dan dapat menjadi metode rehabilitasi terumbu karang yang direkomendasikan.
Salah satu perwakilan tim pengelola di lokasi rehabilitasi terumbu karang, Rahmat, menyampaikan berdasarkan hasil pemantauan, hingga saat ini sudah mulai terlihat bagaimana karang kecil yang menempel di rock pile.
“Dapat dikatakan, rock pile menunjukkan hasil positif terhadap pemulihan ekosistem di lokasi tersebut,” ucapnya.
Selanjutnya, rock pile ini akan dikelola oleh pemerintah kampung dan kelompok masyarakat Pulau Derawan. Rancangan besar rock pile yang telah dibuat dapat dikembangkan dengan berkolaborasi dengan multipihak agar dapat menjadi destinasi wisata selam alternatif, penelitian, dan edukasi bagi masyarakat, serta dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Site Coordinator for Derawan MPA WWF-Indonesia, Irvan Ahmad Fikri, juga berharap pasca berakhirnya proyek EU-Ocean Governance ini, Kawasan Konservasi Kepulauan Derawan diharapkan dapat menjadi percontohan di wilayah Kalimantan dan juga nasional dalam pengelolaan kawasan konservasi yang efektif. (Mrt/Ded)