TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Beberapa waktu lalu Humas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai, Erva Anggriana, mengatakan bahwa kasus Demam Berdarah Dangeu (DBD) di Berau per Agustus 2022 mencapai 273 kasus. Dimana jika dibandingkan di tahun 2021 Jauh melewati jumlah kasus yang terjadi yaitu hanya mencapai 103 kasus.
Adanya hal itu juga mendapat respon dari Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Berau, Totoh Hermanto. Ia menuturkan bahwa memang saat ini kasus DBD sedang mengalami peningkatan yang cukup pesat.
“Benar memang kasus DBD saat ini sedang mengalami peningkatan,” ujarnya.
Menurut Totoh, untuk menekan terjadinya kasus DBD ini perlu adanya kesinambungan antar masyarakat baik dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Berau hingga tingkat RT. Paslanya, DBD sendiri ditularkan melalui nyamuk.
“Jadi yang harus kita perhatian saat ini adalah melakukan Polah Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Karena itu adalah hal yang sangat penting,” katanya.
Mantan Kepala Dinas Sosial itu juga menambahkan untuk meningkatan PHBS salah satu cara yakni melaksanakan gotong royong. Dimana, jika seluruh tingkatan mulai dari Pemkab hingga RT rutin melaksanakan gotong royong maka PBHS bisa dilakukan.
“Salah satunya dengan membersihkan sampah di got atau drainse, karena jika air got mengalir maka tidak ada nyamuk yang bersarang,” imbuhnya.
Karena jika hanya per-orangan atau hanya satu masyarakat yang melakukan PHBS, itu tidak menjadikan orang tersebut terhindar dari kasus DBD. Karena, jika tetangga tidak melakukan hal yang sama maka nyamuk bisa berkembang biak dan menghampiri rumah masyarakat lain. “Salah satu tempat paporit nyamuk adalah ditempat yang ada genangan air, seperti botol, bekas ban dan lainnya,” katanya.
Sehingga dengan adanya hal ini ia mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bisa melakuan kegiatan gotong royong meski tidak setiap hari paling tidak dalam sepekan kegiatan tersebut bisa dilaksanakan. “Kegiatan Jumat bersih itu bisa kembali kita lakukan,” tandasnya.
Sebelumnya, Humas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Abdul Rivai, Erva Anggriana, Tingginya kasus DBD saat ini dikatakannya karena cuaca yang tidak menentu. Ia melanjutkan, kasus DBD tidak bisa dipandang sebelah mata. Terlebih ruangan di rumah sakit pelat merah itu masih kekurangan ruangan.
Di sisi lain, jika mengacu pada jurnal dari Paediatrics and International Child Health, data dari beberapa negara menunjukkan jika usia rata-rata dari kasus demam berdarah telah meningkat dari usia 5–9 tahun ke anak yang lebih tua. Bahkan di Thailand, 30–40 persen dari total kasus DBD terjadi pada seseorang dengan usia di atas 15 tahun.
“Di sini peran orangtua penting. Menjaga kebersihan lingkungan,” katanya.
Ia menjelaskan, setiap orangtua sebaiknya waspada terhadap penyakit DBD. Karena berisiko terjadi pada semua rentang usia, bahkan orang dewasa. Penting untuk menerapkan berbagai cara untuk pencegahan dari gigitan nyamuk, sehingga risiko untuk anak terkena DBD dapat menurun.
“Pada bayi, tutupi tempat tidurnya dengan kelambu agar nyamuk tidak dapat mendekat,” imbuhnya.
Kemudian bagi anak-anak, ia menyarankan agar mengenakan pakaian yang dapat menutupi lengan dan kaki secara keseluruhan. Hal itu ampuh untuk menutup beberapa area yang rentan digigit oleh nyamuk. Gunakan krim anti-nyamuk dan oleskan di area yang tidak tertutup oleh pakaian, seperti wajah dan telapak tangan.
“Cobalah untuk mengosongkan atau membuang barang-barang yang dapat menahan air, seperti pot dan tempat sampah, agar nyamuk tidak dapat berkembangbiak,” tutupnya (ded)