TANJUNG REDEB, PORTALBERAU– Pemerintah Kabupaten Berau terus berupaya dalam mewujudkan Kabupaten Layak Anak (KLA). Dalam mewujudkan program ini, Dinas Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana Pengendalian Penduduk dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) melakukan kunjungan kerja ke Kabupaten Sleman. Dimana Sleman telah mencapai KLA untuk tingkat Nidya.
Kepala DPPKBP3A, Rohaini menyampaikan, banyak informasi yang didapat dalam kunjungan tersebut. Dimana diketahui bahwa Sleman telah memiliki beberapa fasilitas pendukung dalam mewujudkan KLA ini seperti Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA), Puskesmas Ramah Anak (PRA), Sekolah Ramah Anak (SRA) dan Pusat Kreativitas Ramah Anak, serta Pengadilan Ramah Anak.
“Di Berau juga telah ada beberapa fasilitas ini, tapi masih belum bisa berjalan maksimal. Oleh karena itu kita akan melakukan penguatan lagi khususnya dalam pemberdayaan anak,” jelasnya.
Dalam pemenuhan KLA ini, Pemkab Berau juga telah melakukan berbagai upaya seperti membentuk kecamatan layak anak (Kelana) dan desa/kelurahan layak anak ( Dekelana). Rohaini mengatakan bahwa mewujudkan target ini merupakan prioritas yang akan dicapai oleh pihaknya. Mengingat saat ini masih banyak terjadinya persoalan yang dialami oleh anak di Bumi Batiwakkal, seperti tindakan asusila maupun kekerasan.
“Kalau kita lihat di Sleman ini semuanya sudah berjalan sesuai dengan mekanisme yang ada. Ini yang masih belum bisa kita terapkan. Perlahan kita akan mewujudkannya,” katanya.
DPPKBP3A juga telah membentuk perlindungan anak terpadu berbasis masyarakat (PATBM) di 37 kampung, kecamatan layak anak di Tanjung Redeb. Kelurahan layak anak baru dua dan kampung satu. Untuk sekolah ramah anak telah dibentuk 19, sementara puskesmas ramah anak baru terbentuk lima.
“Minggu depan kita akan gelar pertemuan dengan pihak-pihak terkait untuk membahas kembali target KLA ini,” ujarnya.
Sementara Ketua P2TPA Berau, Fika Yuliana menyampaikan bahwa dalam kunjungan kerja ini banyak hal yang diproleh dan akan diterapkan di Bumi Batiwakkal. Dari sisi kekerasan anak dan perempuan, ia menilai bahwa kasus tersebut sangat minim di sana. Hal ini disebabkan karena tingginya tingkat kesadaran masyarakat di sana.
“Di Berau masih sangat banyak kasus ini. Memang kita tidak bisa menghilangkan tapi mengurangi sedikit demi sedikit. Yang pasti kita tidak fokus mengejar status KLA tapi bagaimana penerapan ini bisa direalisasikan dalam mewujudkan generasi anak yang berkualitas,” pungkasnya. (hms5)